Rabu, 16 Juli 2008

Kasus Suap First Media Senilai 500.000 Dollar Melibatkan Direktorat Jenderal Pajak Karawang

KARAWANG - Penyidik Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) terus mengembangkan kasus skandal manipulasi pajak dengan tersangka tiga oknum pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Konsultan pajak, direksi, dan pemilik perusahaan multimedia PT First Media Tbk akan diperiksa dalam skandal bernilai sekitar Rp 100 miliar ini.

`’Tentu kita akan melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait seperti konsultan pajak dan wajib pajak. Mereka melakukan ini suko sama suko. Jika cukup bukti, mengapa tidak, pimpinan perusahaannya sekalipun,” ungkap Kepala Polda Jabar, Irjen Susno Duadji, kepada wartawan di Bandung, Senin (13/5).

Pada perkembangan lain setelah menahan tiga tersangka, yaitu Yudi Haryadi, Handun, dan Adi, penyidik Polda Jabar mulai menyita aset mereka yang nilainya di luar kewajaran sebagai pegawai rendahan di Ditjen Pajak. Aset yang paling banyak disita adalah milik Yudi, antara lain sebidang tanah seluas 138.900 meter persegi atau sekitar 14 hektare dan sertifikatnya di Kabupaten Karawang.

Penyidik juga menyita aset lain seperti mobil, sejumlah dokumen, dan sejumlah uang. Sebuah sumber menambahkan, ditemukan pula aset berupa audio mewah senilai hampir Rp 1 miliar. Penyitaan aset tersangka itu, menurut Susno, karena diduga hasil kejahatan pencucian uang (money laundry), gratifikasi, dan korupsi. `’Kita menjerat mereka dengan tuduhan pencucian uang, gratifikasi, dan korupsi. Kami tak menangani perkara pajaknya,” ujar Susno, didampingi Direktur Reskrim, Kombes Ari Dono.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Djoko Slamet Suryo Putro, secara singkat membenarkan penahanan aparat pajak itu. ”Benar bahwa YH merupakan pegawai Ditjen Pajak yang ditahan terkait kasus First Media,” katanya, kemarin.

TEMUAN PPATK
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus ini berawal dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Yaitu, ada transfer uang sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp 4,5 miliar) ke rekening sebuah bank BUMN atas nama Yudi Haryadi.

Yudi sendiri sebelumnya sebagai pemeriksa di Kanwil Khusus Jakarta. Dari laporan itulah, Polda Jabar melakukan penyelidikan. Bukti-bukti yang diperoleh menunjukkan, transfer uang tersebut diduga terkait dengan manipulasi pajak layanan televisi berlangganan Kabel vision di bawah naungan PT First Media Tbk. `’Baru pertama di Indonesia terbongkar. Pajak Rp 100 miliar cukup bayar Rp 25 miliar. Yang Rp 75 miliar cingcailah,” kata Susno yang pernah menjabat Wakil Kepala PPATK.

Ketiga tersangka ditahan sejak 6 April lalu. Mereka dijerat pasal berlapis, antara lain pasal 12 b UU No 20 Tahun 2001, Perubahan UU No 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, pasal 3,4,6 UU No 15 Tahun 2002 tentang Pencucian Uang, dan pasal tentang gratifikasi. `’Ancaman hukumannya 15 tahun penjara,” ujar Susno.

Ari Dono menambahkan, kasus skandal pajak ini terjadi pada 2004. Namun, ia tak bersedia berbicara lebih rinci. Direktur dan Sekretaris Perusahaan First Media, Harianda Noerlan, tak kunjung menjawab upaya konfirmasi Republika.

PEMERIKSAAN KASUS SUAP FIRST MEDIA
Setelah memeriksa tiga karyawan Direktorat Pajak yang diduga melakukan praktek mark down, kini wajib pajak yang bermasalah, First Media, akan diperiksa Polda Jawa Barat.

Kapolda Jabar Irjen Pol Susno Duadji kepada wartawan di Bandung, Jumat (9/5) mengatakan, penyidikan kasus mark down bernilai lebih dari Rp50 miliar itu masih terus berlanjut dan dikembangkan, karena tidak menutup kemungkinan perusahaan lainnya melakukan hal serupa.

Menurut Kapolda, kasus ini merupakan kasus sogok atau suap yang dilakukan wajib pajak. “Kasus suap atau sogok itu melanggar hukum, oleh karena itu wajib pajak juga bisa kena, termasuk konsultannya,” kata Kapolda.

Dalam kasus ini, kata Susno, siapa saja yang salah dan terlibat akan diperiksa tanpa kecuali, karena kerugian negara akibat ini sangat besar

Dikatakan bahwa dalam waktu dekat pihaknya juga akan melimpahkan kasus tersebut ke Kejaksaan. “Setelah pemeriksaan tuntas tentunya akan dilimpahkan ke Kejaksaan,” katanya.

Menurut Kapolda, dalam menangani kasus ini pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hal ini agar penanganan kasus tersebut transparan.

Sebelumnya Polda Jabar menciduk tiga karyawan Direktorat Pajak yang diduga melakukan praktik mark down. Ketiga petugas yang ditempatkan di kawasan industri Jababeka Bekasi itu, langsung dicokok saat tengah melayani transaksi pajak di perusahaan investasi First Media.

Menurut keterangan, jajaran Ditreskrim Polda Jabar telah lama mengintai praktik curang yang dilakukan ketiga petugas itu. Namun, untuk mencegah tidak terjadi kerugian negara yang lebih besar lagi, awal pekan kemarin petugas Ditreskrim menuju lokasi, dan tanpa sulit melakukan penangkapan.

Dari ketiga tersangka terungkap kerugian negara sebesar Rp50 miliar. Bahkan, diduga bisa lebih dari jumlah itu, mengingat praktik curang yang dilakukannya sudah berlangsung lama.

Modus praktik curang ketiga tersangka, yakni menyulap jumlah pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Misalnya, jumlah pajak yang seharusnya dibayar, oleh ketiganya diturunkan jumlah kewajiban bayar pajaknya.

Dengan begitu, terdapat selisih antara yang seharusnya dibayarkan ke negara dengan kewajiban yang harus dibayarkan perusahaan, “Ini yang kita sidik. Nah, selisih itulah yang menjadi keuntungan buat mereka yang biasanya dibagi-bagi hingga ke atas tapi ini masih dalam penyelidikan kami karena sulit dibuktikan,” kata Kapolda.

Perbuatan mereka dimudahkan karena berkolaborasi dengan konsultan pajak wajib pajak First Media. Sementara, konsultan yang dimaksud adalah pensiunan pegawai Direktorat Jenderal Pajak RI.

“Soal keterlibatan konsultan pajak itu, kami sedang menyelidik lebih jauh,” kata jenderal bintang dua itu

POLISI MULAI MEMANGGIL PEJABAT DIREKTORAT PAJAK UNTUK KASUS SUAP FIRST MEDIA
Kepolisian Daerah Jawa Barat berencana memanggil sejumlah pejabat dari Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan. Pemanggilan ini terkait dengan kasus korupsi bidang perpajakan yang melibatkan perusahaan multimedia, PT First Media Tbk. “Siapa pun yang terkait, baik para pejabat maupun wajib pajak dan konsultan pajak, akan segera kami panggil,” kata Kepala Polda Jawa Barat Inspektur Jenderal Susno Duadji.

Susno melanjutkan, para pejabat Dirjen Pajak akan dimintai keterangan terkait dengan penyidikan kasus korupsi bidang perpajakan senilai Rp 5 miliar itu. “Terutama yang terlibat dan mengetahui pembuatan surat pajak terutang perusahaan yang memberi komisi kepada tersangka,” katanya. Tiga pegawai Dirjen Pajak telah ditetapkan sebagai tersangka, mereka adalah Yudi Haryadi, Adi, dan Handun.

Sejak bulan lalu Polda Jawa Barat menyelidiki dugaan kasus korupsi yang dilakukan pegawai di Dirjen Pajak. Semula, polisi memeriksa dan menetapkan Yudi Haryadi sebagai tersangka. Yudi Haryadi sebelumnya menjabat sebagai pemeriksa di kantor wilayah khusus Jakarta.

Kasus ini berawal dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang mencurigai adanya transfer uang AS$ 500 ribu (sekitar Rp 4,5 miliar). Uang tersebut dialirkan ke rekening sebuah bank BUMN atas nama YH, sebagai upah pengurusan pajak perusahaan. Modusnya antara lain dengan menghitung pajak sendiri sejak 2004 dan 2005. Akibatnya, jumlah yang dibayarkan jauh lebih kecil dibanding angka yang seharusnya.

Dari hasil pemeriksaan terhadap Yudi Haryadi, belakangan polisi juga menangkap AD dan H. Keduanya adalah tim pemeriksa pajak yang diketuai oleh Yudi Haryadi. “Jadi tersangka sementara ini ada tiga orang,” kata Susno.

Para tersangka akan dijerat dua pasal undang-undang berbeda. Pertama berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Di dalamnya diatur gratifikasi dan suap terhadap pegawai negeri sipil. Kedua adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pencucian Uang.

Sebagai pegawai negeri sipil, kata Susno, mereka dianggap telah menerima gratifikasi dan suap alias korupsi. Selain itu, “Karena menyembunyikan asal-usul uang yang mereka terima, mereka diduga telah melakukan pencucian uang.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar