Rabu, 16 Juli 2008

Mengatasi Konflik TNI-Polri Tak Cukup Dengan Berjoget

Masyarakat prihatin dengan seringnya terjadi serang-menyerang, bunuh-membunuh antara oknum prajurit TNI dengan Polri di berbagai daerah, namun kita belum melihat solusi yang jitu dilakukan pimpinan kedua lembaga itu. Padahal, masalahnya sudah banyak diketahui publik namun kelihatannya pimpinan TNI dan Polri masih belum melakukan usaha ke arah perbaikan dan pembinaan ke dalam intern lembaga masing-masing.

Kalau kemarin Kasad Letjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo mengakui telah menyiapkan langkah-langkah untuk mengakhiri konflik oknum TNI-AD dengan jajaran Polri , dan terakhir konflik antara Batalion Infanteri (Yonif) 731/Kabaressy, Maluku Tengah, dengan anggota Polres Maluku Tengah mengakibatkan tiga korban tewas, maka kita pantas memberikan apresiasi positif.

Sayangnya, solusi yang ditawarkan Kasad terbilang lemah, dan itu sebenarnya sudah lama diketahui publik, jadi Bukan hal yang baru, dan kalaupun dilakukan diyakini tidak efektif dapat mencegah perkelahian di antara oknum anggota TNI dan Polri. Sebab, kedua lembaga itu menyimpan banyak oknum yang sebenarnya tidak layak dijadikan prajurit TNI.

Pertanyaannya sekarang: Bagaimana mereka bisa diterima menjadi anggota TNI dan Polri? Hal itulah yang seharusnya dibicarakan secara terbuka sehingga kelemahan dalam rekrutmen selama ini dapat ditutupi. Kalau sistemnya sudah benar maka yang diperoleh adalah prajurit TNI dan Polri andalan. Mereka tersaring lewat seleksi ketat menyangkut mental, ideologis, akhlak, dan kemampuan.

Solusi yang disebutkan Kasad seperti perlu adanya koordinasi yang baik antara kedua instansi. Sementara unsur pimpinan harus punya komitmen dan konsistensi menyelesaikan semua permasalahan di bawah.

Harus transparan dan dapat dilihat kebijakan dan langkahnya, semuanya itu boleh-boleh saja diterapkan. Namun sekali lagi, kita tidak yakin semuanya akan efektif, jika sistem rekrutmennya masih serba KKN sehingga hanya mereka yang punya duit, punya deking saja yang dapat lulus, sedangkan calon prajurit TNI dan Polri yang bagus mental, fisik, dan akhlaknya malahan tidak lulus-lulus juga dalam setiap kali dibuka penerimaan.

Begitu juga soal akan dilakukan kegiatan olah raga bersama, hal juga baik, tetapi harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab mengedepankan sportivitas bahwa dalam olahraga kalah menang merupakan hal biasa. Bukan pula dalam pertandingan nanti terjadi bentrok antarpemain dan pelatih bahkan ofisial sehingga konflik yang diharapkan menciut malahan membesar. Jangan-jangan dalam pertandingan sepak bola nanti malah terjadi tawuran yang lebih dahsyat.

Kalau Kasad juga merencanakan acara hiburan bersama antara TNI dengan polisi, misalkan dangdutan bersama atau rekreasi. Dengan sering bertemu maka hubungan antar dua lembaga itu semakin akrab.

Dan ke depan, kata Kasad, pihaknya menginginkan adanya komitmen dan konsistensi antara kedua pimpinan instansi. Semua permasalahan di bawah harus diselesaikan secara transparan. Kami minta pelaku diserahkan ke POM untuk diperiksa bersama.

Konflik antara anggota Yonif 731 dengan Polres Maluku Tengah Sabtu (2/2) lalu merupakan konflik yang timbul kembali setelah sebelumnya terjadi tahun 1983. Saat itu markas Polres Maluku Tengah juga habis terbakar setelah diserang anggota Yonif 731. Hal yang sama terjadi di Medan/Binjai (Sumut) dan di daerah-daerah lainnya yang melibatkan oknum kedua belah pihak.

Yang pasti, konflik antara aparat TNI dengan Polri akan membuat citra buruk di mata masyarakat dan sangat berbahaya jika konflik itu menjadi legitimasi bagi masyarakat untuk menyelesaikan masalah dengan konflik. Dus, karena itulah solusinya tidak cukup dengan berjoget ria belaka. Akar masalahnya harus diselesaikan dulu, yakni sistem rekrutmennya selama ini sarat KKN.Yang mentalnya bobrok malah diterima.=

Tidak ada komentar:

Posting Komentar