Rabu, 16 Juli 2008

Selama Empat Jam Istri dan Anak Diperkosa Secara Marathon oleh TNI

MATANGKULI - Tindak kekerasan seksual dan penyiksaan fisik yang diikuti dengan perampokan terhadap 22 warga di dua desa pedalaman di Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara, Rabu (7/3) dinihari lalu, semakin terkuak. Kepada Serambi yang melakukan klarifikasi lapangan dan wawancara langsung, hari Jumat (24/3), para korban mengungkapkan pelaku seluruhnya berseragam loreng, bersenjata api laras panjang dan pendek, serta mengenakan topeng jenis serbu.Para korban mengindentifikasi bahwa pelaku adalah oknum tentara yang tiga malam sebelum kejadian sempat bermalam di meunasah Desa Alue Lhok setelah pada siang harinya mengelilingi salah satu desa lokasi kejadian itu. Satu desa lainnya yang warganya menjadi korban perampokan dan tindak kekerasan seksual adalah Seuneubok Aceh.

Tapi kepada sejumlah wartawan, termasuk dari media elektronika TVRI dan RCTI, Dandim Aceh Utara Letkol Inf Suyatno membantah telah terjadi kekerasan seksual dan kekerasan fisik seperti yang dilaporkan masyarakat Matangkuli itu. “Itu fitnah. Itu isu yang sengaja dihembuskan untuk menjauhkan rakyat dengan TNI. Karena belakangan rakyat sudah menerima keberadaan TNI di daerah ini,” kata Dandim, Sabtu siang, di Mapolres Aceh Utara.

Desa Alue Lhok dan Desa Seuneubok Aceh adalah desa bertetangga yang berada paling pelosok Matangkuli. Menurut sejumlah warga kedua desa yang hanya berpenduduk 110 KK itu, desa mereka merupakan ujung Kecamatan Matangkuli. Perkampungan yang masih dirundung duka mendalam akibat tragedi dinihari tersebut, dikelilingi oleh hutan lebat dan areal persawahan tak tergarap plus perkebunan.

Dalam observasi lapangan dan wawancara langsung dengan para korban selama hampir empat jam, Serambi mendapat gambaran, peristiwa itu terjadi secara marathon mulai pukul 01.00 hingga 04.00 dinihari.

Para pelaku, digambarkan, dalam menjalankan aksinya mayoritas menggunakan bahasa Indonesia aksen Jawa yang sangat kental. Sementara jumlah pelaku tidak terdeteksi secara detail, karena antara satu rumah dengan rumah lain yang didatangi jumlahnya bervariasi; dua hingga enam orang.

Modus operandi pemerkosaan dan perampokan yang terjadi di sembilan rumah warga di Desa Alue Lhok dan Seuneubok Aceh itu, dilaporkan, berlangsung seragam. Rata-rata, pelaku mengetuk pintu rumah, mematikan aliran listrik, meminta pria keluar dari rumah kemudian tangannya diikat ke belakang dan disiksa, selanjutnya isi rumah diobrak-abrik dan di antara isteri dan anak-anak mereka diperkosa bergilir

Adalah Ny Lt (32). Wanita asal Aceh Tengah yang bersama suaminya, R (34), menetap di Desa Alue Lhok, tidak membayangkan akan menghadapi nestapa yang begitu dahsyat dalam hidupnya. Ibu sepasang balita ini dengan nada getir menuturkan, ia diperkosa secara bergilir oleh dua oknum berseragam loreng setelah suaminya diseret keluar rumah dan tangannya diikat ke belakang serta kepalanya ditodong senjata api dan diperlakukan secara tidak manusiawi.

Ia yang sebelumnya sempat mengadukan kasus tersebut ke delegasi Palang Merah Internasional (ICRC) di Lhokseumawe mengungkapkan, pemerkosaan itu terjadi pada saat dua aparat masing-masing bersenjata laras panjang dan pistol mengacak-acak isi rumahnya untuk mencari benda-benda berharga. Sementara suaminya terus dipukuli.

“Kalau mau suamimu selamat, berikan semua uang dan emas. Dan kamu buka pakaian seluruhnya. Saya takut, Pak. Dan kasihan sama abang (suaminya-red). Sehingga sambil menangis saya menanggalkan seluruh pakaian saya. kemudian salah seorang dari mereka menarik saya kedalam kamar, disana saya disuruh melayani mereka seperti saya melayani abang kalau merasa kurang iklhas, yang didalam memberi tanda bagi yang diluar untuk memukuli abang” ungkapnya sambil menangis.

Setelah memperkosa, kisah Lt, kedua aparat itu masih meminta uang dan emas miliknya. “Bila tidak dikasih, suami saya katanya akan dibawa ke pos mereka di Cot Girek. Saya akhirnya memberikan uang simpanan sebesar Rp 3,5 juta dan emas seberat lima mayam (15 gram- red). Setelah beraksi sekitar 0,5 jam di rumah kami mereka pergi,” tambah korban yang sampai hari Jumat tampak masih shock berat.

Kisah serupa dialami Ny Nah (35). Petaka yang menimpa warga Desa Alue Lhok ini terjadi sekitar pukul 01.00. Saat itu enam pria berseragam loreng dan bertopeng dan senjata di tangan menggedor pintu. Setelah pintu dibuka, aliran listrik dimatikan. Kemudian mereka menanyai pemilik rumah lalu suaminya digelandang ke luar rumah.

Saat kejadian, di rumah korban ada lima wanita. Selain dirinya, ada AN (18), Ah (13) dan Mar (20) serta seorang nenek. Dengan modus yang sama, pelaku yang tiga orang masuk dan tiga lainnya berada di luar rumah mengobark-abrik isi rumah seraya minta duit dan emas simpanan.

“Katanya untuk dana operasi. Kalau tidak kami akan dibawa ke pos mereka di Cot Girek. Karena perlakuan mereka sangat menakutkan, akhirnya semua uang simpanan sebesar Rp 3 juta kami serahkan, lalu tiga jam tangan, dan satu pasang sepatu,” cerita Nah.

Setelah menguras harta, menurut Nah, tiga pria berseragam loreng yang berada di dalam rumah memerintahkan seluruh wanita membuka pakaian. Nah digiring ke kamar kemudian diperkosa oleh satu orang. Sedangkan tiga wanita lainnya, kecuali seorang nenek, digerayangi dan disuruh menari-nari. Bahkan, AN yang masih gadis dilaporkan ikut dicabuli. “Kami tidak tahu harus bagaimana. Mereka bersenjata dan mengancam tembak bila tidak menuruti. Bahkan setelah selesai melakukan aksinya mereka masih mengancam kami untuk tidak mengadu ke pihak manapun,” tutur Nah sesengukan. Seorang anaknya di gendongan akhirnya ikut menangis yang membuat suasana wawancara menjadi pilu.

Masih di Desa Alue Lhok. Ny Aih (45), dituturkan seorang putrinya, mendadak pingsan pada saat empat pria berseragam loreng dan bertopeng mengetuk pintu dan mengacak-acak isi rumahnya sekaligus memerintahkan ketiga anaknya R (17), As (15), dan B (13) untuk telanjang.

Ketiga anak korban digerayangi tiga pria bersenjata itu. “Satu tangan mereka memegangi senjata. Sedangkan satu lainnya menggerayangi anggota tubuh kami,” ungkap anak-anak korban yang didampingi ibunya. Aksi itu dilakukan para pelaku setelah menguras harta benda mereka berupa uang kontan Rp 1,5 juta dan sejumlah emas perhiasan.

Perlakuan tidak manusiawi lainnya juga menimpa Nd (60). Ayah empat anak ini bersama seorang anaknya MF dan menantunya AR, diikat tangannya diikat ke belakang kemudian dipukuli oleh dua dari empat orang berseragam. Dua lainnya, kemudian mengacak rumah panggungnya. dan meminta harta bendanya.

“Setelah mendapat penyiksaan sekian lama, akhirnya mereka menemukan uang Rp 2,5 juta. Rp 500 ribu di antaranya uang warga yang akan saya pergunakan untuk menebus beras murah. Sedangkan sisanya mau saya bayar harga lembu acara perkawinan anak saya yang telah berlangsung lima hari sebelum kejadian,” ungkap Nd yang juga diancam akan dibawa ke Cot Girek, Lhoksukon, bila tidak memberikan uang.

Dalam peristiwa yang sebelumnya tidak diadukan kemana pun, pelaku setidaknya menyantroni sembilan rumah yang mengakibatkan 22 orang, 16 wanita dan enam pria, mengalami tindak kekerasan psikis dan fisik.

Selain itu, para korban perampokan dan tindak kekerasan lainnya masing-masing Ny Hh (35) dan suaminya Mus (37) warga Alue Lhok dengan kerugian uang kontan Rp 1,2 juta, Ny Ham, Seuneubok Aceh, Mar (30), warga Seuneubok Aceh Rp 300 ribu, Yusma (35), uang Rp 1 juta dan emas 15 mayam dirampok dan suaminya Yus diikat serta disiksa, Mah (37) suaminya Ishak uang Rp 1 juta disikat, Ny Aisyah uang tunai Rp 1,5 juta, dan N Fat uang Rp 3 juta serta emas 5 mayam. (tim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar