Jumat, 27 Juni 2008

Tuhan ! Ijinkan Aku Jadi Koruptor
Oleh arif
Senin, 11 September 2006 15:11:15


Sepenggal berita; “Adrian Herling Waworuntu, tersangka kasus pembobolan PT Bank Negara Indonesia Tbk senilai Rp 1,7 triliun mengaku memberikan fasilitas kantor penyidik Direktorat II Ekonomi Khusus Mabes Polri.” Betapa murah hatinya seorang tersangka Korupsi yang saat itu ditahan di Mabes Polri. Telpon Genggam, Laptop, Komputer dan Cleaning Service manjadi bagian tidak terpisahkan disaat pelaku Koruptor ditahan. Paradox dengan nasib wong cilik, karena berusaha menebus obat istrinya seharga Rp.5000 sehingga terpaksa mencuri sepatu disebuah Mushola. Hukum positif belum dijalaninya namun hukum alam telah dirasakannya. Babak belur massa menghajarnya karena kedapatan mencuri sepatu. Polisipun menjadi aparat yang berwibawa untuk segera memproses hukum pencuri sandal. Pengadilan memutuskan hukuman 5 bulan penjara.
Sebait lagu dilantunkan “hidup ini adalah panggung sandiwara”. Ternyata sandiwara tersebut benar-benar diresapi oleh penguasa dan pengusaha, selebihnya cukup icip-icip semata. Keadilan sebuah semboyan yang masih jauh membumi, dan pertanyaan itu selalu mengiang “keadilan yang mana ?”.
Tingkah Adrian lainnya mungkin lebih dahsyat, sedahsyat negara ini yang belum bisa membersihkan dirinya dari kondisi kleoptokrasi, maling teriak maling, jadi siapa yang perlu diimani ?
Sejauh bergulirnya waktu, kejujuran menjadi barang langka bahkan ekstremnya kejujuran dianggap biang menghambat kemajuan. Batasan halal dan haram sangat tipis bahkan sengaja disamarkan dalam bentuk fatwah sehingga halal untuk dijalankan. Kaget jika nuranimu masih ada, beberapa bulan yang lalu NU mengeluarkan fatwah tentang diperbolehkan menyogok saat mengkikuti test masuk CPNS. Agama yang sejokjanya menjadi benteng Moralitas kini makin sumir dengan pemahaman Ijtihad mengikuti kemajuan zaman. Partai Kampanye dengan tema bersih, setelah memperoleh jabatan dan kekuasaan janji kampanye hilang dibawa angin. Tragedisnya dengan rakus mereka berusaha merebut posisi strategis di jabatan public dan legeslatif. Alasan mereka cukup sederhana ketika berkoalisi dengan otak koruptor dari partai lain “ini ijithad politik”. Padahal mereka adalah manusia karbitan yang baru beberapa bulan menjelang pemilu belajar politik, bagaimana mungkin ingin merubah pemain politik yang sudah berkarat puluhan tahun. Akibatnya mereka asyik – masykul dengan permainan yang dimainkan kelompok koruptor asal.
Seorang mitraku mengirim sebait SMS; “Mas Itulah…Apakah Tuhan sudah mengatur dunia ini dipimpin oleh orang-orang jahat ? saya jadi ngak percaya dengan keadilan Tuhan. Apakah kita perlu jadi orang jahat saja supaya hidup enak ? bagaimana arti hidup ini ?” Wajar mitraku berkeluh kesah, tatkala Kampanye berlangsung, dia coba mensupport habis-habisan Partai bersih demi mendapat kemenangan di wilayah tersebut, timbal-baliknya, mitraku akan diusung menjadi Bakal Calon Bupati untuk Pilkada yang rencananya di pilih oleh rakyat. Perjalanan waktu ternyata merubah apa yang direncanakan, partai bersih ternyata lebih memilih mencalonkan orang lain yang sama sekali masih dipertanyakan kontribusinya bagi partai, lebih hebatnya orang yang dicalonkan juga merupakan bagian dari system korup yang telah berlangsung lama.
Kisah diatas hanya sepenggal pengalaman yang ada didaerah, kelompok perubahan yang tadinya diharapkan ternyata malah memantapkan status quo yang sudah ada. Masyarakat ingin perubahan, namun masyarakat juga yang menciptakan system korup tersebut.
Menjadi pengawai negeri adalah sebuah status social yang sangat diidamkan oleh masyarakat kita. Label pengawai negeripun identik dengan masa depan yang terjamin. Yang sudah tentu secara fisik dapat dilihat dari materi berlimpah. Masyarakat mendorong PNS untuk bisa mencitrakan dirinya dengan jabatannya, meskipun Jabatan tersebut hanya dihargai dengan gaji Rp.1.000.000 / perbulan. Kesehariannya seorang pejabat bisa memiliki mobil mewah, rumah mewah bahkan istri simpananpun hidup di apartemen. Semua terlihat wajar selama ini, bahkan dengan kewajaran tersebut hukum tidak bisa menyentuh apa yang terjadi di banyak Pejabat baik dipusat dan daerah.
Ketika terjadi penerimaan PNS, ribuan bahkan jutaan orang mengadu nasib demi masa depan yang cemerlang, padahal jika dihitung dengan akal sehat, apa yang didapatkan dari jerih payah menjadi PNS tidak akan mengubah kehidupan secara materi lebih baik. Lain halnya dengan mental korup, menjadi PNS adalah sebuah strategi untuk mendapatkan kekuasaan sehigga dampaknya materi dengan mudah didapatkan.
Semakin bingung dengan kenyataan yang ada, kebanggan yang terpatri dari sebuah negara berdaulat adalah prestasi mempertahankan diri pada kelompok lima besar negara terkorup didunia. Parahnya beban peringkat tersebut ternyata tidak memilih tempat untuk menunjukkan diri sebagai negara terkorup. Bencana Tzunami di Aceh – Sumut menunjukkan keprihatinan mengenai mentalitas Korup bangsa ini, informasi skala righter bencana yang ada dengan titik sentrum diwilayah Aceh ternyata jauh dibawah pengukuran sebuah lembaga dari Amerika. Jam Awal ternjadinya gempa skala gempa bernilai 6,4 Righter padahal dalam waktu yang sama Amerika mengeluarkan diatas 8 skala Righter. Informasi itupun kita Korup untuk menutupi apa yang ada dalam diri kita.
Begitu juga sewaktu Ordebaru masih berkuasa, bangsa ini merasa marah ketika Transparansi Internasional mengeluarkan peringkat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara terkorup di Dunia. Prestasi itu tetap kita pertahankan, sampai-sampai wakil rakyat yang tadinya tidak mengenai Korupsi justru mencatat rekor tersendiri dalam prestasi Korup. Hampir seluruh DPRD di seluruh Indonesia Korupsi…..apa ada lagi yang kita banggakan ? Kyia, ustad dan tokoh masyarakat pun tidak mau ketinggalan untuk berlaku yang sama.
Sebuah pergeseran social menjadi bagian yang tidak kita sadari, Rumah Mewah, Mobil Mewah, Pakaian mahal bahkan makin banyaknya selingkuhan menjadi indicator keberhasilan di mata masyarakat. Masyarakat awampun jauh lebih pintar, mereka berpikir “kenapa mereka yang memegang jabatan dan kekuasaan saja yang korupsi, kita juga bisa” ungkap mereka. Alhasil disaat pemilu Legesltif dan Presiden Kemarin nilai loyalitas pemilih. Hasilnya banyak calon Legeslatif yang tekor…karena rakyat berhasil mengakaliya.
Dihadapan kitapun kejadian tersebut akan terjadi lagi, Pilkada yang konon akan dimulai dengan system anyar yang kedaulatannya ada ditangan rakyat, membuahkan memori tersendiri bagi rakyat untuk mempreteli kandidat kepala daerah yang maju. Nilai tawar yang ada bukan lagi hubungan emosional namun sudah menjurus pada pemikiran untung – rugi.
Kaedah Normatif tentang upaya memberantas korupsi begitu banyak, sampai-sampai bingung aturan mana yang seharusnya digunakan. Kaedah tersebut lahir dari sebuah proses niat baik untuk meminimalisir pelaku korupsi yang masih bergerilya. Memang hasilnya hanya sebatas niat baik, belum menyentuh pada aplikasi dalam aturan normative yang dibuat. Penegak hukum seolah-olah hukum itu sendiri sehingga dengan kekuasaannya berhak menetapkan apa saja sesuai kemauan pribadinya. Saya teringat ketika bertemu dengan salah seorang Kajati, dengan lantang dia berucap “yang menentukan hukum itu saya, apa sampeyan”. Wouh…..sangat berkuasa dan memang luar biasa kuasanya…sampai-sampai kasus dalam Supervisi KPK ingin dipetiekan, demi melindungi kepentingan konconya karena kedekatan suku belaka. UU No, 30 tahun 2002 yang berisi kewajiban dan hak-hak istimewa KPK ternyata tidak berlaku dimata Kajati tersebut. Bahkan kampanye bersih 100 SBY untuk memberantas Korupsi boleh dibilang angin lalu. Dan sangat mungkin itu tidak akan mempan diterapkan dibeberapa daerah meskipun itu masih menjadi bagian negara RI ini.
Hukum bisa dibeli ketika duit berbicara, dan hukum bisa diterapkan ketika berhadapan dengan silemah. Apa yang diharapkan oleh masyarakat terhadap penegakan hukum masih berbanding terbalik dengan perilaku aparat hukum itu sendiri. Sebuah trik bisa saja dimunculkan oleh aparat hukum untuk menunjukkan ada niat baik untuk menegakkan hukum dan keadilan. Namun untuk mendapatkan hasil akhirnya perlu dicarikan korban untuk menutup pelaku sebenarnya. Kenyataan ini seringkali terjadi, Bupati, Gubernur, Ketua Partai seolah-olah manusia kebal hukum.
Aku sudah lelah dengan segala ocehan dan teriakan, sastrawan bicara dengan gaya sastranya, aktivis bergerak dengan demonya, politisi bergerak dengan kampanye putihnya…presiden berjanji dengan program 100 harinya…lalu apa lagi……?
Tuhan……………………
Kenapa Tzunami tidak mengarah saja ketempatku berada ? bukankah korban Tzunami tergolong mati syahid ? jika Tzunami itu belum juga datang…..Tuhan….Ijinkan aku menjadi Koruptor sehingga aku mempunyai kekuasan dan materi yang tidak terhingga. Aku berjanji Ya….Tuhan Jika kekuasaan itu sudah mencapai puncak maka akan kugunakan lagi untuk menghabisi para Koruptor itu kembali.
DOOOOOR….itu solusi terbaik

Tuhan ! Ijinkan Aku Jadi Koruptor
Oleh arif
Senin, 11 September 2006 15:11:15


Sepenggal berita; “Adrian Herling Waworuntu, tersangka kasus pembobolan PT Bank Negara Indonesia Tbk senilai Rp 1,7 triliun mengaku memberikan fasilitas kantor penyidik Direktorat II Ekonomi Khusus Mabes Polri.” Betapa murah hatinya seorang tersangka Korupsi yang saat itu ditahan di Mabes Polri. Telpon Genggam, Laptop, Komputer dan Cleaning Service manjadi bagian tidak terpisahkan disaat pelaku Koruptor ditahan. Paradox dengan nasib wong cilik, karena berusaha menebus obat istrinya seharga Rp.5000 sehingga terpaksa mencuri sepatu disebuah Mushola. Hukum positif belum dijalaninya namun hukum alam telah dirasakannya. Babak belur massa menghajarnya karena kedapatan mencuri sepatu. Polisipun menjadi aparat yang berwibawa untuk segera memproses hukum pencuri sandal. Pengadilan memutuskan hukuman 5 bulan penjara.
Sebait lagu dilantunkan “hidup ini adalah panggung sandiwara”. Ternyata sandiwara tersebut benar-benar diresapi oleh penguasa dan pengusaha, selebihnya cukup icip-icip semata. Keadilan sebuah semboyan yang masih jauh membumi, dan pertanyaan itu selalu mengiang “keadilan yang mana ?”.
Tingkah Adrian lainnya mungkin lebih dahsyat, sedahsyat negara ini yang belum bisa membersihkan dirinya dari kondisi kleoptokrasi, maling teriak maling, jadi siapa yang perlu diimani ?
Sejauh bergulirnya waktu, kejujuran menjadi barang langka bahkan ekstremnya kejujuran dianggap biang menghambat kemajuan. Batasan halal dan haram sangat tipis bahkan sengaja disamarkan dalam bentuk fatwah sehingga halal untuk dijalankan. Kaget jika nuranimu masih ada, beberapa bulan yang lalu NU mengeluarkan fatwah tentang diperbolehkan menyogok saat mengkikuti test masuk CPNS. Agama yang sejokjanya menjadi benteng Moralitas kini makin sumir dengan pemahaman Ijtihad mengikuti kemajuan zaman. Partai Kampanye dengan tema bersih, setelah memperoleh jabatan dan kekuasaan janji kampanye hilang dibawa angin. Tragedisnya dengan rakus mereka berusaha merebut posisi strategis di jabatan public dan legeslatif. Alasan mereka cukup sederhana ketika berkoalisi dengan otak koruptor dari partai lain “ini ijithad politik”. Padahal mereka adalah manusia karbitan yang baru beberapa bulan menjelang pemilu belajar politik, bagaimana mungkin ingin merubah pemain politik yang sudah berkarat puluhan tahun. Akibatnya mereka asyik – masykul dengan permainan yang dimainkan kelompok koruptor asal.
Seorang mitraku mengirim sebait SMS; “Mas Itulah…Apakah Tuhan sudah mengatur dunia ini dipimpin oleh orang-orang jahat ? saya jadi ngak percaya dengan keadilan Tuhan. Apakah kita perlu jadi orang jahat saja supaya hidup enak ? bagaimana arti hidup ini ?” Wajar mitraku berkeluh kesah, tatkala Kampanye berlangsung, dia coba mensupport habis-habisan Partai bersih demi mendapat kemenangan di wilayah tersebut, timbal-baliknya, mitraku akan diusung menjadi Bakal Calon Bupati untuk Pilkada yang rencananya di pilih oleh rakyat. Perjalanan waktu ternyata merubah apa yang direncanakan, partai bersih ternyata lebih memilih mencalonkan orang lain yang sama sekali masih dipertanyakan kontribusinya bagi partai, lebih hebatnya orang yang dicalonkan juga merupakan bagian dari system korup yang telah berlangsung lama.
Kisah diatas hanya sepenggal pengalaman yang ada didaerah, kelompok perubahan yang tadinya diharapkan ternyata malah memantapkan status quo yang sudah ada. Masyarakat ingin perubahan, namun masyarakat juga yang menciptakan system korup tersebut.
Menjadi pengawai negeri adalah sebuah status social yang sangat diidamkan oleh masyarakat kita. Label pengawai negeripun identik dengan masa depan yang terjamin. Yang sudah tentu secara fisik dapat dilihat dari materi berlimpah. Masyarakat mendorong PNS untuk bisa mencitrakan dirinya dengan jabatannya, meskipun Jabatan tersebut hanya dihargai dengan gaji Rp.1.000.000 / perbulan. Kesehariannya seorang pejabat bisa memiliki mobil mewah, rumah mewah bahkan istri simpananpun hidup di apartemen. Semua terlihat wajar selama ini, bahkan dengan kewajaran tersebut hukum tidak bisa menyentuh apa yang terjadi di banyak Pejabat baik dipusat dan daerah.
Ketika terjadi penerimaan PNS, ribuan bahkan jutaan orang mengadu nasib demi masa depan yang cemerlang, padahal jika dihitung dengan akal sehat, apa yang didapatkan dari jerih payah menjadi PNS tidak akan mengubah kehidupan secara materi lebih baik. Lain halnya dengan mental korup, menjadi PNS adalah sebuah strategi untuk mendapatkan kekuasaan sehigga dampaknya materi dengan mudah didapatkan.
Semakin bingung dengan kenyataan yang ada, kebanggan yang terpatri dari sebuah negara berdaulat adalah prestasi mempertahankan diri pada kelompok lima besar negara terkorup didunia. Parahnya beban peringkat tersebut ternyata tidak memilih tempat untuk menunjukkan diri sebagai negara terkorup. Bencana Tzunami di Aceh – Sumut menunjukkan keprihatinan mengenai mentalitas Korup bangsa ini, informasi skala righter bencana yang ada dengan titik sentrum diwilayah Aceh ternyata jauh dibawah pengukuran sebuah lembaga dari Amerika. Jam Awal ternjadinya gempa skala gempa bernilai 6,4 Righter padahal dalam waktu yang sama Amerika mengeluarkan diatas 8 skala Righter. Informasi itupun kita Korup untuk menutupi apa yang ada dalam diri kita.
Begitu juga sewaktu Ordebaru masih berkuasa, bangsa ini merasa marah ketika Transparansi Internasional mengeluarkan peringkat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara terkorup di Dunia. Prestasi itu tetap kita pertahankan, sampai-sampai wakil rakyat yang tadinya tidak mengenai Korupsi justru mencatat rekor tersendiri dalam prestasi Korup. Hampir seluruh DPRD di seluruh Indonesia Korupsi…..apa ada lagi yang kita banggakan ? Kyia, ustad dan tokoh masyarakat pun tidak mau ketinggalan untuk berlaku yang sama.
Sebuah pergeseran social menjadi bagian yang tidak kita sadari, Rumah Mewah, Mobil Mewah, Pakaian mahal bahkan makin banyaknya selingkuhan menjadi indicator keberhasilan di mata masyarakat. Masyarakat awampun jauh lebih pintar, mereka berpikir “kenapa mereka yang memegang jabatan dan kekuasaan saja yang korupsi, kita juga bisa” ungkap mereka. Alhasil disaat pemilu Legesltif dan Presiden Kemarin nilai loyalitas pemilih. Hasilnya banyak calon Legeslatif yang tekor…karena rakyat berhasil mengakaliya.
Dihadapan kitapun kejadian tersebut akan terjadi lagi, Pilkada yang konon akan dimulai dengan system anyar yang kedaulatannya ada ditangan rakyat, membuahkan memori tersendiri bagi rakyat untuk mempreteli kandidat kepala daerah yang maju. Nilai tawar yang ada bukan lagi hubungan emosional namun sudah menjurus pada pemikiran untung – rugi.
Kaedah Normatif tentang upaya memberantas korupsi begitu banyak, sampai-sampai bingung aturan mana yang seharusnya digunakan. Kaedah tersebut lahir dari sebuah proses niat baik untuk meminimalisir pelaku korupsi yang masih bergerilya. Memang hasilnya hanya sebatas niat baik, belum menyentuh pada aplikasi dalam aturan normative yang dibuat. Penegak hukum seolah-olah hukum itu sendiri sehingga dengan kekuasaannya berhak menetapkan apa saja sesuai kemauan pribadinya. Saya teringat ketika bertemu dengan salah seorang Kajati, dengan lantang dia berucap “yang menentukan hukum itu saya, apa sampeyan”. Wouh…..sangat berkuasa dan memang luar biasa kuasanya…sampai-sampai kasus dalam Supervisi KPK ingin dipetiekan, demi melindungi kepentingan konconya karena kedekatan suku belaka. UU No, 30 tahun 2002 yang berisi kewajiban dan hak-hak istimewa KPK ternyata tidak berlaku dimata Kajati tersebut. Bahkan kampanye bersih 100 SBY untuk memberantas Korupsi boleh dibilang angin lalu. Dan sangat mungkin itu tidak akan mempan diterapkan dibeberapa daerah meskipun itu masih menjadi bagian negara RI ini.
Hukum bisa dibeli ketika duit berbicara, dan hukum bisa diterapkan ketika berhadapan dengan silemah. Apa yang diharapkan oleh masyarakat terhadap penegakan hukum masih berbanding terbalik dengan perilaku aparat hukum itu sendiri. Sebuah trik bisa saja dimunculkan oleh aparat hukum untuk menunjukkan ada niat baik untuk menegakkan hukum dan keadilan. Namun untuk mendapatkan hasil akhirnya perlu dicarikan korban untuk menutup pelaku sebenarnya. Kenyataan ini seringkali terjadi, Bupati, Gubernur, Ketua Partai seolah-olah manusia kebal hukum.
Aku sudah lelah dengan segala ocehan dan teriakan, sastrawan bicara dengan gaya sastranya, aktivis bergerak dengan demonya, politisi bergerak dengan kampanye putihnya…presiden berjanji dengan program 100 harinya…lalu apa lagi……?
Tuhan……………………
Kenapa Tzunami tidak mengarah saja ketempatku berada ? bukankah korban Tzunami tergolong mati syahid ? jika Tzunami itu belum juga datang…..Tuhan….Ijinkan aku menjadi Koruptor sehingga aku mempunyai kekuasan dan materi yang tidak terhingga. Aku berjanji Ya….Tuhan Jika kekuasaan itu sudah mencapai puncak maka akan kugunakan lagi untuk menghabisi para Koruptor itu kembali.
DOOOOOR….itu solusi terbaik

Sabtu, 2008 Maret 01
Polisi Merampok
www.beritajatim.com
Sabtu, 01/03/2008 15:40 WIB
Uang Merampok Untuk Bayar SPP Anaknya

Kontributor: Bruriy Susanto
Editor: Teddy Ardianto

Surabaya - Selama ini track record Aiptu Kasno anggota Polres Surabaya Selatan ini sangat buruk karena sering mencuri uang dan senpi milik anggota.

Kasat Reskrim Polres Surabaya Selatan AKP Agung Marlianto menjelaskan polisi tengah menyelidiki secara serius anggotanya.

"Jika bersalah kami tindak dengan tegas," kata AKP Agung Marlianto kepada beritajatim.com, Sabtu (01/02/2008).

Ditegaskan tersangka saat ini sedang menjalani pemeriksaan secara intensif di Mapolres Surabaya Selatan. "Dia mengaku uangnya akan digunakan untuk membayar SPP," kata Agung.

Agung tetap menyalahkan jika anggotanya merampok meski gaji anggota polisi sangat minim, oleh karena itu hukumannya sangat berat menantinya.

Seperti diberitakan sebelumnya Aiptu Kasno melakukan perampokan terhadap Ny Suci Rahayu di sekitar jalan Simpang Darmo Selatan.

Aksi perampasan dilakukan setelah Ny Suci turun dari mobil Avanza Nopol L 1681 JC sekitar pukul 11.00 WIB tiba-tiba Aiptu Kasno melakukan perampasan tas berisi uang Rp 200 ribu.[ted]

Kamis, 2008 Januari 03

Jaksa Tanjung Perak Gerayangi Istri Terpidana

www.beritajatim.com
Kamis, 03/01/2008 16:04 WIB

Suami Dipenjara di Medaeng
Reporter : Teddy Ardianto

Surabaya - Benar-benar bejat kelakukan oknum jaksa Tanjung Perak Surabaya ini. Di saat suami dipenjara karena kasus KDRT, malah curi-curi kesempatan hendak memperkosa dan melakukan pelecehan seksual.

Menurut Melati (nama samaran) warga Krembangan Masigit Surabaya ini menjelaskan peristiwa bermula ketika oknum jaksa bernama AN menjadi JPU kasus suaminya M Suriansyah pada bulan Juni 2007.

"Sebelumnya oknum jaksa ini meminta uang Rp 5 juta untuk melakukan penangguhan penahanan," kata Melati kepada wartawan di Kejati Jatim, Kamis (03/01/2007).

Melati kemudian menolak dengan halus melakukan penangguhan penahanan dan tetap memperkarakan kasusnya tersebut. "Oknum jaksa juga menghubungi saya terus untuk meninggalkan suami," kata Melati.

Puncaknya tanggal 9 Agustus 2007 lalu jam 5 sore oknum jaksa tersebut datang ke tempat pekerjaannya di JMP dan mengajak untuk kawin kontrak selama suami saya dipenjara.

"Saya diminta menemani selama empat hari mulai Senin-Kamis di kos-kosannya kawasan kertajaya, sedangkan Jumat hingga Minggu kembali ke istrrinya di Malang, kemudian saya tolak" kata Melati.

Nah ketika ditolak itulah oknum JPU tersebut langsung mencium dan menarik saya serta melakukan perbuatan tak senonoh menujuukan barangnya. "Saya sempat marah, emangnya saya perempuan apaan," kata Melati.

Akhirnya Melati melaporkan kasusnya kepada Asisten Pengawasan Kejati Jatim, Kapolda Jatim, Kajari Tanjung Perak serta Komnas HAM atas perlakukan oknum JPU tersebut.

Asisten Pengawasan Kejati Jatim Leo RT Panjaitan SH menjelaskan kasusnya sedang diselidiki jika terbukti bersalah tentunya akan dikenakan sangsi disiplin PNS. "Laporan sudah masuk sedang kami dalami," kata Leo kepada wartawan, Kamis (03/12/2007). [ted]
Kamis, 2008 Januari 03
Jaksa Tanjung Perak Gerayangi Istri Terpidana
www.beritajatim.com
Kamis, 03/01/2008 16:04 WIB

Suami Dipenjara di Medaeng
Reporter : Teddy Ardianto

Surabaya - Benar-benar bejat kelakukan oknum jaksa Tanjung Perak Surabaya ini. Di saat suami dipenjara karena kasus KDRT, malah curi-curi kesempatan hendak memperkosa dan melakukan pelecehan seksual.

Menurut Melati (nama samaran) warga Krembangan Masigit Surabaya ini menjelaskan peristiwa bermula ketika oknum jaksa bernama AN menjadi JPU kasus suaminya M Suriansyah pada bulan Juni 2007.

"Sebelumnya oknum jaksa ini meminta uang Rp 5 juta untuk melakukan penangguhan penahanan," kata Melati kepada wartawan di Kejati Jatim, Kamis (03/01/2007).

Melati kemudian menolak dengan halus melakukan penangguhan penahanan dan tetap memperkarakan kasusnya tersebut. "Oknum jaksa juga menghubungi saya terus untuk meninggalkan suami," kata Melati.

Puncaknya tanggal 9 Agustus 2007 lalu jam 5 sore oknum jaksa tersebut datang ke tempat pekerjaannya di JMP dan mengajak untuk kawin kontrak selama suami saya dipenjara.

"Saya diminta menemani selama empat hari mulai Senin-Kamis di kos-kosannya kawasan kertajaya, sedangkan Jumat hingga Minggu kembali ke istrrinya di Malang, kemudian saya tolak" kata Melati.

Nah ketika ditolak itulah oknum JPU tersebut langsung mencium dan menarik saya serta melakukan perbuatan tak senonoh menujuukan barangnya. "Saya sempat marah, emangnya saya perempuan apaan," kata Melati.

Akhirnya Melati melaporkan kasusnya kepada Asisten Pengawasan Kejati Jatim, Kapolda Jatim, Kajari Tanjung Perak serta Komnas HAM atas perlakukan oknum JPU tersebut.

Asisten Pengawasan Kejati Jatim Leo RT Panjaitan SH menjelaskan kasusnya sedang diselidiki jika terbukti bersalah tentunya akan dikenakan sangsi disiplin PNS. "Laporan sudah masuk sedang kami dalami," kata Leo kepada wartawan, Kamis (03/12/2007). [ted]
Demo/ Protes

AKSI DEMO SOLIDARITAS TRAGEDI FREEPORT BERAKHIR DENGAN PEMBAKARAN BENDERA AMERIKA DI DEPAN KEDUBES
By SPMNews Jakarta
Jan 23, 2006, 12:35

Jakarta SPMNews -
Pada hari ini Senin 23 Januari 2006 ratusan warga dan Mahasiswa Papua se Jawa Bali menggelar aksi demonstasi di Jakarta, mereka mengawali aksi demonstrasinya di Bundaran Hotel Indonesia, yang dilanjutkan dengan melakukan aksi serupa di depan Istana Merdeka, dan Kedubes AS.


Para demonstran mengenakan berbagai macam kostum dan pakaian adat Papua, seperti koteka, Sali dan panah. Ada juga yang menggunakan rumbai-rumbai dan berbagai macam hiasan di wajah khas Papua.

Berbagai macam spanduk dan poster juga mereka gelar. Antara lain bertuliskan: "In West Papua Still Continue Genocide", "Bebaskan Delapan Tahan Sipil Tanpa Syarat", "PT Freeport Indonesia Hentikan Eksplorasi Pertambangan di Tanah Papua Segera" dan "Referendum for Papua".

Aksi mereka di Bundaran HI hanya berlangsung sekitar 15 menit yang dilanjutkan dengan long march ke Istana Merdeka. Dalam perjalanan menuju Istana Merdeka para demostran menggunakan jalur busway, akibatnya jalanan di sepanjang Jalan MH Tahmrin pun macet.

Setibanya mereka di depan Istana Merdeka, mereka melakukan orasi dan aksi teatrikal yang menggambarkan kekerasan TNI-Polri dan mempertanyakan penangkapan Pendeta Izak dan tujuh orang sipil lainnya.


Juru bicara aksi Arkilaus Boho mengatakan, kasus Nil 62-63 adalah murni kepentingan TNI-Polri. Mereka sengaja menciptakan situasi yang tidak kondusif agar dana PT Freeport mengucur ke mereka.

Tak lama kemudian Empat pleton polisi dari Polres Jakarta Pusat dan Polsek Gambir langsung menyambut mereka. Mereka lalu menggelar orasi dan aksi teatrikal yang menggambarkan penyiksaan seseorang berpakaian tentara kepada masyarakat adat dan menari-nari mengelilingi api yang mereka bakar bendera tersebut.

Mereka juga melakukan pembakaran dua bendera AS, satu bendera Freeport dan atribut tentara yang dipakai saat aksi teatrikal.

Arkilaus Boho, mengatakan, Kedubes AS memang salah satu sasaran demo yang dituju. Sebab Freeport adalah perusahaan AS. "Dan kami menuntut agar Freeport ditutup sekarang ini juga.


Anggota DPR dari Komisi XI Inya Bae asal Papua yang ikut dalam demo itu mengatakan, penangkapan terhadap 12 warga sipil di Timika, Papua, beberapa waktu lalu, salah alamat. Ada ketidakwajaran, mengingat empat dari 12 orang itu berumur 12-14 tahun.

Masih menurut Arkilaus Ketidakwajaran lainnya adalah isi magazin. Biasanya, imbuh dia, dalam satu magazin berisi 30 peluru. Namun di mobil saat penangkapan terdapat 130 peluru. "Tidak masuk akal bila Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang berada di belakang aksi tersebut," katanya.

Tepat pukul 14.00 WIB Demo diakhiri dengan doa penutup yang dipimpin oleh salah satu anggota aksi dan merekapun membubarkan diri sambil menari-nari sambil mengelilingi bendera Amerika dan dan bendera Freeport yang mereka bakar di Depan Kedubes Amerika. (ktk)
Demo/ Protes

AKSI DEMO SOLIDARITAS TRAGEDI FREEPORT BERAKHIR DENGAN PEMBAKARAN BENDERA AMERIKA DI DEPAN KEDUBES
By SPMNews Jakarta
Jan 23, 2006, 12:35

Jakarta SPMNews -
Pada hari ini Senin 23 Januari 2006 ratusan warga dan Mahasiswa Papua se Jawa Bali menggelar aksi demonstasi di Jakarta, mereka mengawali aksi demonstrasinya di Bundaran Hotel Indonesia, yang dilanjutkan dengan melakukan aksi serupa di depan Istana Merdeka, dan Kedubes AS.


Para demonstran mengenakan berbagai macam kostum dan pakaian adat Papua, seperti koteka, Sali dan panah. Ada juga yang menggunakan rumbai-rumbai dan berbagai macam hiasan di wajah khas Papua.

Berbagai macam spanduk dan poster juga mereka gelar. Antara lain bertuliskan: "In West Papua Still Continue Genocide", "Bebaskan Delapan Tahan Sipil Tanpa Syarat", "PT Freeport Indonesia Hentikan Eksplorasi Pertambangan di Tanah Papua Segera" dan "Referendum for Papua".

Aksi mereka di Bundaran HI hanya berlangsung sekitar 15 menit yang dilanjutkan dengan long march ke Istana Merdeka. Dalam perjalanan menuju Istana Merdeka para demostran menggunakan jalur busway, akibatnya jalanan di sepanjang Jalan MH Tahmrin pun macet.

Setibanya mereka di depan Istana Merdeka, mereka melakukan orasi dan aksi teatrikal yang menggambarkan kekerasan TNI-Polri dan mempertanyakan penangkapan Pendeta Izak dan tujuh orang sipil lainnya.


Juru bicara aksi Arkilaus Boho mengatakan, kasus Nil 62-63 adalah murni kepentingan TNI-Polri. Mereka sengaja menciptakan situasi yang tidak kondusif agar dana PT Freeport mengucur ke mereka.

Tak lama kemudian Empat pleton polisi dari Polres Jakarta Pusat dan Polsek Gambir langsung menyambut mereka. Mereka lalu menggelar orasi dan aksi teatrikal yang menggambarkan penyiksaan seseorang berpakaian tentara kepada masyarakat adat dan menari-nari mengelilingi api yang mereka bakar bendera tersebut.

Mereka juga melakukan pembakaran dua bendera AS, satu bendera Freeport dan atribut tentara yang dipakai saat aksi teatrikal.

Arkilaus Boho, mengatakan, Kedubes AS memang salah satu sasaran demo yang dituju. Sebab Freeport adalah perusahaan AS. "Dan kami menuntut agar Freeport ditutup sekarang ini juga.


Anggota DPR dari Komisi XI Inya Bae asal Papua yang ikut dalam demo itu mengatakan, penangkapan terhadap 12 warga sipil di Timika, Papua, beberapa waktu lalu, salah alamat. Ada ketidakwajaran, mengingat empat dari 12 orang itu berumur 12-14 tahun.

Masih menurut Arkilaus Ketidakwajaran lainnya adalah isi magazin. Biasanya, imbuh dia, dalam satu magazin berisi 30 peluru. Namun di mobil saat penangkapan terdapat 130 peluru. "Tidak masuk akal bila Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang berada di belakang aksi tersebut," katanya.

Tepat pukul 14.00 WIB Demo diakhiri dengan doa penutup yang dipimpin oleh salah satu anggota aksi dan merekapun membubarkan diri sambil menari-nari sambil mengelilingi bendera Amerika dan dan bendera Freeport yang mereka bakar di Depan Kedubes Amerika. (ktk)







MS TEMUI KAPOLRES DAN PENEMBAK DIRINYA

Yogyakarta, 18 Okt 2007
Rabu (17/10) sekitar pukul sepuluh pagi, Martholomeus Suryadi (MS) bersama ayahnya menemui Kapolres Sleman, Idris Kadir, di kantor Polresta Sleman. Dengan menumpang mobil kijang milik Fakultas Filsafat UGM, MS dan ayahnya diantar oleh team advokasi dari Keluarga Besar Fakultas Filsafat UGM (KBFF UGM). Mereka langsung diterima di kantor Kapolres di lantai dua Polresta Sleman.

Kedatangan MS tersebut guna meminta klarifikasi pada Kapolres Sleman seputar peristiwa penembakan yang menimpa dirinya, dan juga menanyakan proses hukum yang telah dilakukan pihak Kepolisian menindaklanjuti kasus ini.

Peristiwa yang dialami oleh MS, menurut Idris Kadir, adalah karena kesalahpahaman, yakni bahwa pelaku penembakan menganggap MS adalah pencuri motor, sedangkan MS menganggap pelaku adalah perampok.

Menurut Kadir, pelaku penembakan saat ini masih dalam status terperiksa. Sedangkan MS sendiri menurut Kadir berstatus korban. Namun Kadir tidak menegaskan apakah pelaku akan dibawa ke pengadilan hukum pidana. Ia hanya menjanjikan bahwa pelaku akan dikenai sanksi, tanpa menjelaskan tentang jenis sanksinya.

Ayah MS, Marsius, mengutarakan perihal tuntutan penyelesaian adat yang diamanatkan oleh dewan adat pada dirinya.

MS sendiri di depan para wartawan yang mewawancarainya mengatakan bahwa persoalan yang menimpanya bukan semata persoalan personal oknum yang menembak dirinya, namun lebih jauh ia melihat bahwa ada persoalan sistemik dan kultural pada lembaga Kepolisian yang mengkondisikan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan ketidakprofesionalan Polisi. Dia mencontohkan masalah iming-iming promosi kenaikan pangkat yang sering membuat para anggota Polisi bertindak tidak rasional. Selain itu, ia juga menyoroti kultur arogansi, kekerasan dan kekejaman, baik fisik maupun psikis, yang sering dipraktekkan Polisi di dalam setiap penyelesaian persoalan.

MS menuntut agar dilakukan proses hukum sebagaimana mestinya terhadap pelaku, agar kejadian serupa tidak terjadi pada orang lain. Ia juga meminta agar Kepolisian RI benar-benar melakukan perbaikan internal demi profesionalitas dan citra Kepolisian sendiri. Hal ini penting menurutnya, selain demi terciptanya kepastian hukum di negeri ini, juga agar masyarakat percaya dan menghormati pada hukum yang berlaku. Sebab jika proses hukum tidak diberlakukan sebagaimana mestinya, ia khawatir masyarakat tidak percaya pada hukum lagi dan cenderung menempuh cara-cara lain di dalam penyelesaian persoalan.

Setelah selesai dengan Kapolres Sleman, MS beserta ayahnya bertemu dengan pelaku penembakan. Pertemuan yang diatur di dalam suatu ruang di lantai satu kantor Polres Sleman tersebut hanya sekedar saling menyapa dan bincang-bincang biasa. Selama pertemuan tersebut, wartawan tidak boleh masuk ruangan dan dihalang-halangi agar tidak mengambil gambar pelaku

___________________________________________________
Rektor UGM jenguk Martholomeus Suryadi

Yogyakarta, Kamis 11 Okober 2007

Kamis 11 Oktober sekitar pukul 3 sore hari,rektor UGM, Soedjarwadi, menjenguk Martholomeus Suryadi, (korban penembakan) di RS Sardjito. Soedjarwadi datang sendirian.

Ia turut prihatin atas kejadian tersebut dan mendukung penyelesaian melalui prosedur hukum yang berlaku.

Soedjarwadi akan membicarakan secara intstitusional UGM persoalan ini dan langkah-langkah yang akan ditempuh.

Ia menghimbau agar persoalan ini diselesaikan dengan mencari kebenaran tidak secara emosional.

______________________________________________________________

Mengemban Amanat Dewan Adat, Ayah Korban Hendak Temui Kapolres Sleman dan Pelaku Penembakan

Yogyakarta, 15 Oktober 2007
Marsius, ayah Martholomeus Suryadi (MS), korban penembakan, berencana menemui Kapolres Sleman dan anggota Polres Sleman pelaku penembakan. Setelah tiba di Jogja pada minggu siang (14/10), Marsius langsung berkoordinasi dengan team advokasi KBFF UGM, dan mengatur rencana untuk bisa bertemu dengan Kapolres Sleman dan pelaku penembakan. Senin siang (15/10) ayah korban juga bertemu dengan Wakil Dekan Bagian Kemahasiswaan Fakultas Filsafat UGM, Musthofa Anshori Lidnillah di RS Sardjito. Namun belum bisa dipastikan tentang kapan dan di mana akan diadakan pertemuan dengan Kapolres Sleman tersebut. Ayah korban akan menanyakan pada Kapolres Sleman dan pelaku penembakan perihal peristiwa yang menimpa anaknya. Ia juga ingin mengetahui sejauh mana proses hukum yang telah dilakukan oleh pihak Kepolisian RI terhadap pelaku penembakan. Lebih dari itu, Marius juga mengemban amanat dari dewan adat Dayak (korban adalah asli Kalimantan) untuk menanyakan perihal peristiwa yang menimpa MS serta sejauh mana pengusutan dan penindakan yang telah dilakukan oleh pihak aparat hukum. “Saya ingin secepatnya ketemu dengan Kapolres Sleman dan pelaku penembakan anak saya. Selain karena saya adalah ayahnya korban, saya juga mengemban amanat dari dewan adat untuk meminta penjelasan dari pihak Kepolisian perihal peristiwa yang menimpa anak saya,” demikian Marsius

____________________________________________________________

PERNYATAAN SIKAP

TEAM ADVOKASI UNTUK MARTHOLOMEUS SURYADI

KELUARGA BESAR FAKULTAS FILSAFAT UGM

Sehubungan dengan adanya peristiwa penembakan terhadap Martholomeus Suryadi yang dilakukan oleh seseorang yang mengaku anggota Polres Sleman Yogyakarta, pada hari Selasa 09 Oktober 2007, sekitar pukul 02.00 dini hari, di Jalan Jogja-Solo, tepatnya di depan gerbang Shangrila garden, maka kami dari KELUARGA BESAR FAKULTAS FILSAFAT UGM menyatakan sikap:


1. Mengutuk keras peristiwa penembakan terhadap Martholomeus Suryadi.

2. Meminta pada aparat Kepolisian untuk menjelaskan secara transparan peristiwa penembakan tersebut.

3. Menuntut pada Kepolisian RI untuk menindak berdasarkan hukum yang berlaku pada pelaku penembakan.

4. Menuntut pihak Kepolisian RI melakukan pembenahan internal, secara struktural dan kultural, demi profesionalitas Kepolisian RI.

5. Menghimbau pada aparat untuk tidak gegabah dalam bertindak, apalagi penggunaan senjata api.

____________________________________________________




Kronologi Penembakan Martholomeus Suryadi
Pada Hari Selasa 09 Oktober 2007


Sekitar jam 00.00 (malam hari):
· MS (Martholomeus Suryadi) kembali ke kostnya, di Jl. Kaliurang Km 5, sehabis mancing dari pantai Depok.
· Di kost, anak-anak kost ramai kumpul karena akan ada acara sahur bareng di luar.
· Setelah meletakkan joran pancing, MS berangkat menjemput Dewi (teman MS) di rumanya, yakni di depan SMK 1 Kalasan, untuk ikut acara sahur bareng
· MS mengendarai motor milik Dini (teman MS).
· MS masih menyangking tas-nya yang berisi alat-alat keperluan pancing.

Sekitar jam 01.30-02.30 (dini hari):
· MS mengendara sepeda motor di Jalan Jogja-Solo, dari arah barat menuju timur untuk menjemput Dewi di Kalasan, untuk acara sahur bareng
· MS disalip seorang pengendara sepeda motor berpakaian sipil.
· Di depan pintu masuk Shangrila Garden , MS dihentikan orang tersebut. Ia dihentikan di jalur utara jalan Jogja-Solo, arah barat-timur.
· Orang tersebut berkata: “Selamat malam mas. Saya dari Polres Sleman. Saya mau lihat STNK, SIM, KTP, dan BPKB.”
· MS merasa was-was dan curiga karena orang tersebut juga menanyakan BPKB.
· MS memperlihatkan STNK dan KTP.
· Orang tersebut: :”Ini STNK telat dua tahun. Ini motor siapa?” Kemudian orang tersebut dan MS berdebat. Orang tersebut mendebat dan menanyakan status motor dengan nada tinggi sambil marah-marah.
· Orang tersebut nelpon seseorang:”Pak, saya sudah berhasil menahan motor curian, dan pelaku pencurinya.”
· MS ragu-ragu menilai apakah orang tersebut nelpon temannya atau cuma akal-akalan (tidak benar-benar nelpon) saja.
· MS nelpon Fima (temannya):”tolong, aku dicegat orang yang mengaku polisi di depan Shangrila Garden.”
· Orang tersebut membentak dan berkata:”Kamu telpon siapa? Matikan telponnya! Urusanku denganmu, bukan dengan dengan temanmu!”
· MS meminta orang tersebut untuk menunjukkan identitas dan bukti bahwa ia anggota Polisi.
· Orang tersebut berkata dengan suara agak terputus-putus/gugup:”Saya ini polisi! Kamu tidak percaya kalau saya polisi?!”
· Orang tersebut memperlihatkan dua lembar kertas ukuran folio berwarna merah, bertukiskan semacam surat resmi, dengan kop Polisi dan tandatangan seseorang. Orang tersebut tidak memberitahu nama, kartu anggota kepolisian, dan kesatuannya.
· Orang tersebut kemudian menyalakan rokok, dan mulai marah-marah dengan suara keras. Rokoknya kadang-kadang jatuh. Omongannya terbata-bata dan agak gugup.
· Orang tersebut berkata:”Di tas mu ada apa?” Kemudian dibuka, di dalamnya ada peralatan pancing, sarung, sandal, dan pisau dapur peralatan untuk memancing.
· Orang tersebut:”Kamu bawa pisau untuk apa? Untuk bunuh orang ya? Joran pancingnya mana?”
· MS:”joran pancingya ditinggal di kost.”
· Orang tersebut mengambil pisau, dan memegangnya, dengan posisi tangan terangkat dan ujung mata pisau yang runcing mengarah ke MS (posisi seperti hendak menikam). Sementara MS berada di depan orang tersebut dengan jarak sekitar 30 cm. Hal ini semakin membuat takut MS.
· Orang tersebut kembali menggeledah tas MS. Orang tersebut ingin mengambil Handphone yang ada dalam tas MS, kemudian MS mengambilnya terlebih dahulu.
· MS mengambil dompet yang ada di dalam tasnya, direbut oleh orang tersebut, dan setelah terjadi rebutan beberapa kali, MS berpikiran bahwa orang tersebut adalah perampok.
· MS berusaha untuk lari, tapi orang tersebut merangkulnya, membekapnya, namun MS tetap berusaha lari dengan berdasar pikiran bahwa orang tersebut adalah perampok.
· Orang tersebut berkata:”Kamu jangan kabur. Saya tembak kamu!”
· MS berusaha lari menyeberang jalan kearah selatan, melalui pembatas jalan. Ia mendengar suara “klik” (seperti suara kokangan pelatuk pistol), dan kemudian ia menoleh ke belakang, melihat orang tersebut sudah memegang pistol. Jarak antara MS dengan orang tersebut sekitar empat meter.
· Beberapa detik kemudian ia mendengar suara “Dor” (HANYA SATU KALI!), dan ia tersungkur. MS tertembak, peluru menembus dari pantat kiri tembus keluar melalui paha kanan.
· Setelah MS tumbang, orang tersebut kemudian mengumpatinya berkali-kali dengan kata kasar: “Bajingan kamu! Saya tembak lagi kamu!” dll.
· MS dibiarkan tergeletak di jalan dan dibiarkan sekitar lima belas menit.
· Orang tersebut kemudian menelpon seseorang.
· Setelah banyak polisi datang, orang tersebut memarahi MS dengan berkata: “Jangan omong! Jangan omong! Jangan merasa sakit!”
· Orang tersebut kemudian berkata pada seseorang di situ: “Pak saya tadi menembak pelaku. Dia tadi merebut pisau dari saya, mencoba melukai saya, maka saya tembak dia”
· MS kemudian dibawa ke RS Bayangkara Kalasan dengan cara diboncengkan di atas motor roda dua. Di dalam perjalanan, MS dibentak-bentak oleh orang-orang yang membawanya dengan suara kasar. “Kamu jangan cengeng!” dan sebagainya.
· Sesampainya di RS Bayangkara, MS digeletakkan dihalaman RS dengan posisi tertelentang dan dibiarkan sekitar sepuluh menit.



Martholomeus Suryadi adalah mahasiswa Fakultas Filsafat UGM angkatan 2003. Kelahiran 08 Maret 1986, aktivis Mahasiswa Pecinta Alam Filsafat UGM Pantha Rei, atlit panjat tebing.
Ada kabar bahwa pelaku penembakan adalah Bripda Agus Susanto (tapi belum dikonfirmasi). Sejak mulai menanyakan STNK sampai menelpon teman-temannya, pelaku penembakan tersebut selalu memarah-marahi MS dengan kasar dan bentakan


Buru Menantu, Mertua dan Adik Ipar Ditembak

MENUNTUT KEADILAN: Anak-anak Tarip didampingi Farichin menuntut kasus penembakan oleh aparat polisi diusut secara tuntas. (Foto: Suara Merdeka/ar-64t)
















BATANG-Dua warga Batang, yaitu Tarip (45) dan anaknya, Ediman (19), penduduk Sidomulyo, Klidangwetan, kemarin menjadi korban salah tembak yang dilakukan aparat Polres Pekalongan.

Peristiwa itu bermula saat Minggu malam pihak Polres Pekalongan melakukan koordinasi dengan jajaran Polres Batang untuk menangkap warga Klidangwetan, Sudiyono, menantu Tarip. Kapolres Batang AKBP Drs Edy S Setjo kemudian memerintahkan Kapolsek Batang Ipda Mashudi SH untuk mendampingi petugas dari Polres Pekalongan.

Sekitar pukul 23.00 aparat Polres Pekalongan dan Batang berhasil menangkap Gepeng dan Kucing, yang selanjutnya dibawa ke Polsek Pekalongan Utara. Keduanya ditangkap, karena dituduh sebagai pelaku penganiayaan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (PPNP). Dari pengakuan keduanya, muncullah nama Sudiyono.

Sekitar pukul 01.30, polisi dengan mobil Kijang berhenti di depan rumah Tarip. Setelah mesin mobil dimatikan, tiga penumpang dengan rambut gondrong turun dan langsung mengetuk pintu.

Mendengar suara ketukan itu, Tarip bangun dan membukakan pintu, dikira menantunya, Sudiyono, yang datang. Karena tamu yang mengetuk pintu itu tak dikenalnya, maka, Tarip langsung menutup pintu dan keluar lewat pintu belakang.

"Mas Tarip menutup pintu, karena mengira yang datang perampok. Karena rambutnya gondrong semua. Dia keluar rumah ingin memberi tahu tetangganya bahwa rumahnya didatangi perampok," ujar Farichin, adik Tarip.

Ditinggalkan

Tapi baru beberapa langkah terdengar satu kali suara tembakan. Ediman yang mendengar suara itu, segera membangunkan ibunya, Ny Zaenah.

"Selanjutnya terdengar tembakan lagi. Namun justru yang terjadi, Ediman diseret mendekat mobil. Tapi begitu kepala dimasukkan, dari dalam mobil terdengar suara. Dudu kuwi wonge, Pak (Bukan itu orangnya, Pak)," ujar Margo, tetangga korban.

Setelah itu, Ediman ditinggalkan di tepi jalan dengan darah yang mengucur.

Sementara itu, Tarip juga ditemukan dengan kondisi dada kanan berdarah karena bekas luka tembak. Selanjutnya oleh keluarga dengan dibantu tetangga, korban segera dilarikan ke RSUD Kalisari. Namun petugas menyarankan untuk langsung dibawa ke RS DR Kariadi Semarang.

"Kami tidak rela dan meminta aparat Polres Pekalongan yang telah melakukan penembakan diperiksa dan diusut tuntas. Adik dan keponakan kami korban pelanggaran HAM," ujar Kastoli.

Dia menyesalkan, mengapa saat itu aparat langsung melakukan penembakan. Dari keterangan saksi-saksi, diperoleh keterangan bahwa malam itu hanya terdengar dua kali letusan.

"Satu letusan pertama mengenai Tarip dan kedua mengenai Ediman. Yang lebih kami sesalkan, justru kekejaman yang dilakukan aparat. Apalagi begitu yang ditembak ternyata salah, malah ditinggal begitu saja di jalan dengan darah yang masih mengalir. Justru kami dibantu tetangga yang membawa korban ke rumah sakit," ujar Farichin

Sore kemarin, rumah korban terus didatangi tetangga dan famili. Tampak Muspika Batang, yaitu Camat Drs Andi Santoso, Danramil Kapten Inf Sudaryono, dan Kapolsek Ipda Mashudi SH didampingi Kades Harniti serta perangkat desa lain. Kedatangannya untuk menjembatani dan memberikan penjelasan.

Kedatangan Muspika itu mampu meredam emosi warga. Lebih-lebih setelah mendapat penjelasan, pelaku penembakan lima aparat Polres Pekalongan sore kemarin sudah diperiksa Provost dan dimasukkan sel.

Ny Zaenah didampingi anak sulung Rohmat terus mendampingi suami dan anaknya di Semarang.(ar-64t)
Buru Menantu, Mertua dan Adik Ipar Ditembak

MENUNTUT KEADILAN: Anak-anak Tarip didampingi Farichin menuntut kasus penembakan oleh aparat polisi diusut secara tuntas. (Foto: Suara Merdeka/ar-64t)
















BATANG-Dua warga Batang, yaitu Tarip (45) dan anaknya, Ediman (19), penduduk Sidomulyo, Klidangwetan, kemarin menjadi korban salah tembak yang dilakukan aparat Polres Pekalongan.

Peristiwa itu bermula saat Minggu malam pihak Polres Pekalongan melakukan koordinasi dengan jajaran Polres Batang untuk menangkap warga Klidangwetan, Sudiyono, menantu Tarip. Kapolres Batang AKBP Drs Edy S Setjo kemudian memerintahkan Kapolsek Batang Ipda Mashudi SH untuk mendampingi petugas dari Polres Pekalongan.

Sekitar pukul 23.00 aparat Polres Pekalongan dan Batang berhasil menangkap Gepeng dan Kucing, yang selanjutnya dibawa ke Polsek Pekalongan Utara. Keduanya ditangkap, karena dituduh sebagai pelaku penganiayaan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (PPNP). Dari pengakuan keduanya, muncullah nama Sudiyono.

Sekitar pukul 01.30, polisi dengan mobil Kijang berhenti di depan rumah Tarip. Setelah mesin mobil dimatikan, tiga penumpang dengan rambut gondrong turun dan langsung mengetuk pintu.

Mendengar suara ketukan itu, Tarip bangun dan membukakan pintu, dikira menantunya, Sudiyono, yang datang. Karena tamu yang mengetuk pintu itu tak dikenalnya, maka, Tarip langsung menutup pintu dan keluar lewat pintu belakang.

"Mas Tarip menutup pintu, karena mengira yang datang perampok. Karena rambutnya gondrong semua. Dia keluar rumah ingin memberi tahu tetangganya bahwa rumahnya didatangi perampok," ujar Farichin, adik Tarip.

Ditinggalkan

Tapi baru beberapa langkah terdengar satu kali suara tembakan. Ediman yang mendengar suara itu, segera membangunkan ibunya, Ny Zaenah.

"Selanjutnya terdengar tembakan lagi. Namun justru yang terjadi, Ediman diseret mendekat mobil. Tapi begitu kepala dimasukkan, dari dalam mobil terdengar suara. Dudu kuwi wonge, Pak (Bukan itu orangnya, Pak)," ujar Margo, tetangga korban.

Setelah itu, Ediman ditinggalkan di tepi jalan dengan darah yang mengucur.

Sementara itu, Tarip juga ditemukan dengan kondisi dada kanan berdarah karena bekas luka tembak. Selanjutnya oleh keluarga dengan dibantu tetangga, korban segera dilarikan ke RSUD Kalisari. Namun petugas menyarankan untuk langsung dibawa ke RS DR Kariadi Semarang.

"Kami tidak rela dan meminta aparat Polres Pekalongan yang telah melakukan penembakan diperiksa dan diusut tuntas. Adik dan keponakan kami korban pelanggaran HAM," ujar Kastoli.

Dia menyesalkan, mengapa saat itu aparat langsung melakukan penembakan. Dari keterangan saksi-saksi, diperoleh keterangan bahwa malam itu hanya terdengar dua kali letusan.

"Satu letusan pertama mengenai Tarip dan kedua mengenai Ediman. Yang lebih kami sesalkan, justru kekejaman yang dilakukan aparat. Apalagi begitu yang ditembak ternyata salah, malah ditinggal begitu saja di jalan dengan darah yang masih mengalir. Justru kami dibantu tetangga yang membawa korban ke rumah sakit," ujar Farichin

Sore kemarin, rumah korban terus didatangi tetangga dan famili. Tampak Muspika Batang, yaitu Camat Drs Andi Santoso, Danramil Kapten Inf Sudaryono, dan Kapolsek Ipda Mashudi SH didampingi Kades Harniti serta perangkat desa lain. Kedatangannya untuk menjembatani dan memberikan penjelasan.

Kedatangan Muspika itu mampu meredam emosi warga. Lebih-lebih setelah mendapat penjelasan, pelaku penembakan lima aparat Polres Pekalongan sore kemarin sudah diperiksa Provost dan dimasukkan sel.

Ny Zaenah didampingi anak sulung Rohmat terus mendampingi suami dan anaknya di Semarang.(ar-64t)

Rabu, 2008 Januari 30

Polda Anggap Penembakan Sampang Hanya Kasuistis

www.beritajatim.com
Rabu, 30/01/2008 15:45 WIB
Polisi Ditembak Istrinya Sampai Mati
Reporter : Teddy Ardianto

Surabaya - Penggunaan senjata api yang membuat Brigadir Harmoko dan istrinya Yunita Kusumayanti tewas bukan merupakan kesalahan prosedur atau kesalahan sistem namun sebagai kasus biasa saja.

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Pudji Astuti menjelaskan saat ini Polres Sampang telah melakukan penanganan secara maksimal dengan melakukan olah TKP.

"Jangan digeneralisir bahwa hal tersebut adalah kesalahan anggota namun hanya kasuistis saja yang dimulai dari peristiwa cek cok suami istri," kata Pudji Astuti, Rabu (30/01/2008).

Apalagi selama ini Brigadir Harmoko telah lulus ujian tes psikologis sehingga berhak menggunakan senjata api yang dimilikinya tersebut namun karena dimulai cek-cek terjadilah peristiwa penembakan itu.

"Saat ini motifnya sedang didalami," kata Pudji Astuti.

Sementara itu dari laporan Polda Jatim diduga Brigadir Harmoko lebih dulu tewas setelah istrinya merebut pistol milik suaminya.

Hal itu terungkap dari olah TKP di lapangan Brigadir Harmoko tewas dengan luka di bagian pelipis kiri dan tembus kepla bagian kanan.Padahal Brigadir Harmoko bukan Kidal.

Sedangkan istrinya Yunita Kusumayanti mengalami luka di bagian pelipis kanan dan tembus kepala bagian atas bagian kiri, selain itu posisi terakhir pistol berada di tangannya.

Polisi juga mengamankan barang bukti di TKP yaitu senjata revolver standar polri dan empat peluru yang masih sisa di dalam senjata tersebut, selain itu ada dua proyektil yang ditemukan.[ted]

Jadi PNS, Harus Bayar Rp.40 Juta?

November 9, 2007 · Filed Under Obrolan, Pengalaman

Oleh: TRI wulandari, XXXwlndr@yahoo.com

Assalamu?alaikum??? Perkenalkan pendatang baru, asal kebumen kuliah di UNS (Universitas Sebelas Maret ) Surakarta, MIPA, Ilmu KOmputer.

Wah? wah? KEBUMEN tercinta semoga PNS di Kebumen berjalan dg lancar dan tidak ada opnum-oknum yang tidak bertanggungjawab ikut didalmnya.

Maaf nich, kemarin pas saya baru diwisuda ada yg menawarkan PNS kepada bapak saya, tapi ada syaratnya, harus bayar Rp. 40 juta. Wah?wah? kok kayak gitu ya?

Al-hamdullah bapak tidak tergiur, setelah saya tahu bapak langsung saya marahin. ?Cari kerjaan sebisa mungkin dengan cara yang halal soalnya uang halal akan memberi keberkahan bagi kita semua, lain halnya kalau dengan cara tidak halal?. Semoga orang tersebut sadar?

Gemana tanggapan kalian tentang hal ini?

Sebenarnya, kapan sich PNS KEbumen dibuka. PINGIN IKUT. Maturnuwun

Wassalamu?alaikum

Comments

9 Responses to “Jadi PNS , Harus Bayar Rp.40 Juta?”

  1. pw on November 9th, 2007 10:33 am

    Cape dehhh,hari gini masih ada orang yang nawarin gaya gituan…
    Mudah-mudahan orang yang nawarin dan oknum yang lainnya segera instropeksi diri dan kejalan yang benar .Amin
    Karena perbutan seperti dapat merugikan orang banyak.

  2. arie on November 9th, 2007 10:51 am

    OoOOoO

    Kok isih ono sing akon2 mbayar, kalo menurutku duit segitu mendingan belikan sawah saja. lumayan…. harga saben taon pasti naik…

    kalo buat beli status PNS , ya sama saja saben bulan kita gajian dari tabungan kita sendiri. Kalo diitung2 lagi duit segitu mendingan di depositokan saja lumayan kan.

    Selama dalam proses rekrutmen calon abdi negara masih kaya kuwee, ya g bakalan menuju ke sesuatu yang lebih baik…..(isine mung kepriye carane balekke modal)

  3. WonK NdezO on November 9th, 2007 3:00 pm

    Wuah,Klo masih ada oknuM yg iseng ky geto namanya ndezO bgt tuh!!
    pa lage bagi korban yang mau menerima tawaran tsb saya rasa logikanya da ilang. Bayangin aja coba,gaji PNS ga seberapa kok hrs di tuker ma 40jt. Emg golongan brp yg di tawarkan??
    Apakah dalam waktu 1thn 40jt kembali??
    susahkan??

    KLo masuknya dah bayar segitu gedenya motivasi kerjanya hanya obsesi untuk balikin modal,iya ga??

    Mohon maaf klo ada yg tersinggung ats koment sy…

  4. giva on November 11th, 2007 6:30 pm

    Jangan harap deh jadi PNS. Saya dulu wakyu kuliah di komunikasi, di rumah ortuku juga ada yang nawarin bisa memasukkan di Kantor BKKN Kebumen, jadi juru penyuluh KB, tetapi dengan syarat harus membayar sekian juta. tapi untung ortuku gak tergiur.

    Sampai kini di desa-desa masih banyak lho yang kepengin jadi PNS . Kan enak, kerja nggak berat tapi gaji jalan terus. Meski di kantor hanya banyak yang nganggur, baca koran, main catur, nongkrong di kantin atau malahan ada pula para PNS itu sempat-sempatnya selingkuh dengan rekan kerja dan kencan di luar/hotel, lho. Di Kebumen, ada beberapa PNS yang hobi banget selingkuh di hotel.

    Padahal, mereka dibayar dengan uang rakyat. Ya, begitulah. mentalnya tempe, suka korupsi lagi. Makanya, jangan deh jadi PNS ,

  5. ariesoe on November 15th, 2007 2:58 am

    kalo masih ada penawaran segitu gedhenya, bisa jadi karena memang masih banyak demand - keinginan untuk jadi PNS seperti yg dilansir GIVA. kenapa banyak yg masih berminat jadi PNS? Ya karena, sekali lagi spt yg dilansir GIVA,
    “Kan enak, kerja nggak berat tapi gaji jalan terus. Meski di kantor hanya banyak yang nganggur, baca koran, main catur, nongkrong di kantin atau malahan ada pula para PNS itu sempat-sempatnya selingkuh dengan rekan kerja dan kencan di luar/hotel”…..

    angka puluhan juta itu mungkin bisa dibaca sebagai modal/investasi. sekali setor, bisa dinikmati seumur hidup. bahkan kalau sampai matipun, ada pensiun janda…hehe…. Nggak beda dengan dibelikan sawah..(ya mas Arie ya…).

    Juga nggak beda jauh dengan kalo puluhan juta itu di-investkan utk bisnis. Jual komputer kayak saya, misalnya (modal awalku be nggak segedhe itu…!?). Atau bikin warnet, bikin becak bermesin atau apalah yang produktif. Nggak beda dari sudut pandang inve4stasi.

    Bedanya ada pada etos kerja. puluhan juta utk jadi PNS bisa dibawa leha-leha seumur hidup tanpa harus keluar keringat (paling kalau harus upacara atau kerjabakti). Sementara puluhan juta utk modal usaha masih menuntut etos kerja yg gila-gilaan. Tanpa itu, puluhan juta bakal hilang melayang.

    semuanya pilihan hidup yg mencerminkan kualitas diri pemilihnya.

    tabik.

  6. Klangenan on November 15th, 2007 10:30 am

    Wah-wah knapa gak setuju, kalo emang itu udah jalannya bagiku ga apalah.. toh itu uang kita sendiri yang rasain berat gak nya juga kita sendiri….. kl misalnya 40 jt. 1 bln gajinya 1,5 jt dikali 12 dah berapa tuh dikali 12 lg wah…… kn balik modal., kerja sante dikantor g k hujanan jg g kpanasan. itulah cermin yang sesungghnya terjadi.. kl dibilang itu ndeso,, gak jg. ya anggaplah kt menanam modal pd orang2 yg menolong kita mberi kt kerjaan. moga yang ngasih dan dikasih ikhlas ….. brjalan demikian adanya,, ni bukan hal baru lg bagi kita . ok boss. sori

  7. ariesoe on November 15th, 2007 10:03 pm

    lha!
    sudah mulai kelihatan kan kualitas diri peresponnya…..
    hayo siapa menyusul…

  8. kenshusei on November 16th, 2007 8:51 am

    salam,

    wah, kalo menurut saya siiiihh.

    dengan anda membayar 40 juta untuk jadi PNS, sama dengan anda menyerobot jatah orang lain yang ga bisa bayar..

    selain itu termasuk kategori penyuapan. KKN.

    dan insya allah rizki yang didapat dari cara tidak halal juga tidak barokah.

    tapi apa sampe bisa dibilang haram ya cara nyogok tadi itu?

    wallahu a’lam

  9. redaksi on November 16th, 2007 1:34 pm

    buat teman-teman, ini ada link bagus berkait dengan topik ini,

    Calon Pegawai Negeri Sipil Vs Kemunduran Bangsa


















KORBAN MILITER DI PAPUA
VS
KESEJAHTERAAN RAKYAT PAPUA & SDA-NYA
























































































ASU IK !!
ORANG YG KIRI MINTA DI..



Jaringan Solidaritas Keluarga Korban Pelanggaran HAM

( J S K K )

Jl. Bonang No.1 A Menteng, Jakarta Pusat (samping Tugu Proklamasi)

Telp: (021) 31931181; Fax: (021) 3913473; E-mail: jskk_indonesia@yahoo.com

Pernyataan Pers
Memperingati Tujuh Tahun Tragedi Semanggi I

“PRESIDEN DAN DPR HARUS MELAKUKAN TEROBOSAN

UNTUK MENEGAKKAN KEADILAN DAN KEBENARAN ATAS PERISTIWA TRAGEDI SEMANGGI I!”

Tujuh tahun bukan waktu yang pendek untuk menunggu. Di bawah rejim SBY - Jusuf Kalla yang hanya menjanjikan perubahan, waktu menunggu agaknya semakin panjang saja. Para orang tua, keluarga dan sahabat korban Tragedi Semanggi I serta masyarakat yang mendamba keadilan dan kebenaran telah lama menunggu. Pada tahun ketujuh perjuangan, melalui era pemerintahan yang berbeda-beda, kita justru berhadapan dengan impunitas, pengabaian dan pengingkaran negara atas keadilan, kebenaran serta toleransi terhadap berbagai kejahatan negara.

Kasus-kasus pelanggaran HAM tidak diselesaikan secara tuntas, mulai dari pembunuhan massal 1965, pelanggaran HAM di Aceh dan Papua, kasus Tanjung Priok, kasus Way Jepara-Lampung, penculikan para aktivis pro-demokrasi 1997/1998, kasus 27 Juli 1996, tragedi Trisakti, tragedi Mei ’98, tragedi Semanggi I, tragedi Semanggi II, kasus Ambon, kasus Poso, kasus pembunuhan pejuang penegak HAM Munir, dan berbagai kasus lainnya. Keinginan masyarakat untuk mengungkap kebenaran kasus pelanggaran HAM terbentur oleh kekuatan pro-status quo yang bercokol di era pemerintahan sekarang. Pemerintah dan lembaga legislatif tidak memiliki itikad baik mencapai penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM secara adil dan menyeluruh.

Pada hari ini, tujuh tahun silam enam orang tunas muda gugur di tangan alat represi kekuasaan (TNI/Polri). Mereka berjuang menuntaskan cita-cita reformasi (lihat lampiran). Peristiwa yang dikenal sebagai Tragedi Semanggi I sampai saat ini dihambat penyelesaian hukumnya oleh Kejaksaan Agung dan DPR. Kejaksaan Agung yang memiliki otoritas, potensi, dan fungsi mendorong penyelesaian kasus pelanggaran HAM, justru mempromosikan dan men-demoralisasi-diri sebagai lembaga pelanggeng impunity atau pelindung penjahat HAM. Ideologi negara hukum yang seharusnya dipegang teguh dan menjadi acuan justru dijadikan perisai untuk mempertahankan kekuasaan. Teknis-teknis hukum menjadi dalih guna menghambat penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, hal ini terlihat ketika Kejaksaan Agung mengembalikan berkas penyelidikan kasus Semanggi dan Trisakti yang dilakukan oleh Komnas HAM.

Dalam Kasus Semanggi I, tampak jelas semangat esprit de corps, berusaha menyelamatkan sesama prajurit dari jerat hukum. Upaya itu dapat ditangkap dari pernyataan bahwa peluru yang mengenai para korban bukan berasal dari senjata standar ABRI dan penjelasan bahwa tidak cukup alat bukti untuk memperkarakan secara hukum. Dan, pembelaan mempola sebagai pelemparan tanggung jawab di pundak para pelaku penembakan, bukan pada para jendral pimpinan militer. Serta, penyelesaian diarahkan hanya pada pendekatan teknis hukum. Pembelaan juga ditempuh dengan menyatakan bahwa kasus-kasus itu bukan pelanggaran HAM berat untuk menghindari Pengadilan HAM ad hoc. Pembelaan dilakukan dengan mencari celah-celah kelemahan legal-formal dan memanfaatkan kelemahan instansi-instansi terkait. Ironisnya, DPR Periode 1999/2004 berhasil diperdaya dengan kesediaan menyatakan bahwa pelanggaran HAM berat tidak terjadi dalam peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II dan menyarankan penyelesaian melalui peradilan umum/militer (bukan Pengadilan HAM ad hoc).

Setelah mencermati lembaga-lembaga negara, DPR dan Kejaksaan Agung yang justru mempertahankan impunity, maka pada hari ini tanggal 13 November 2005 (tepat tujuh tahun Peristiwa Semanggi I), demi anak-anak kami tercinta, demi kawan-kawan seperjuangan yang telah gugur dalam perjuangan reformasi untuk mewujudkan demokrasi di negeri ini, demi keadilan bagi seluruh korban pelanggaran HAM di manapun, demi demokrasi dan penegakan hukum, serta perlindungan nilai-nilai kemanusiaan, kami yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Keluarga Korban, menyatakan :

1. Mendesak Presiden RI untuk membersihkan lembaga-lembaga penegak hukum dari pejabat yang tidak memiliki komitmen terhadap penegakan HAM dan merusak citra lembaga penegak hukum.

2. Mendesak DPR untuk segera mencabut Rekomendasi Pansus DPR RI tentang Kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (TSS) yang menyatakan bahwa dalam peristiwa itu tidak terjadi pelanggaran HAM berat dan menyarankan agar diselesaikan melalui peradilan umum/militer.

3. Mendesak DPR agar meminta Presiden menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc untuk penuntasan Kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II.

4. Mengajak seluruh lapisan masyarakat, termasuk insan pers, untuk mendorong pengungkapan dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM.

Menurut kami hanya melalui langkah-langkah terobosan Presiden dan DPR tersebut, kasus Tragedi Semanggi I sebagai bagian dari rentetan pelanggaran berat HAM masa lalu dapat dituntaskan secara adil dan menyeluruh. Bila langkah-langkah tersebut tidak ditempuh, maka kami menilai bahwa satu tahun rejim SBY – JK berkuasa hanya menghasilkan pelanggengan impunitas dan melestarikan bentuk-bentuk kejahatan Negara kepada rakyat.

S A L A M S O L I D A R I T A S ! ! !

Jakarta, 13 November 2005

Presidium JSKK,

Ibu Sumarsih; Ibu Suciwati; Bapak Mugiyanto

***********************************************************************************

Lampiran

Mereka yang menjadi korban Peristiwa Semanggi I, 12 – 13 November 1998 antara lain adalah :

1. B. R. Norma Irmawan
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Jakarta gugur dalam Tragedi Semanggi 13 November 1998.

2. Engkus Kusnaedi
Mahasiswa Universitas Jakarta gugur setelah Tragedi Semanggi 13 November 1998.

3. Heru Sudibyo
Mahasiswa penyesuaian semester VII Universitas Terbuka Jakarta gugur setelah Tragedi Semanggi 13 November 1998.

4. Lukman Firdaus
Pelajar Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 3 Ciledug, Tangerang gugur setelah memperkuat barisan mahasiswa pro-reformasi hari Kamis, 12 November 1998. Ia terluka berat dan meninggal dunia beberapa hari kemudian.

5. Sigit Prasetyo
Mahasiswa Teknik Sipil YAI Jakarta gugur dalam Tragedi Semanggi 13 November 1998.

6. Tedi Mardani
Mahasiswa Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi Indonesia Serpong gugur dalam Tragedi Semanggi 13 November 1998.

Posted in perjuangan reformasi | Tags: press release
« Atmajaya– Semanggi : Perjuangan Tiada Akhir
CARA MUDAH MENJALANI KEHIDUPAN »
Responses

keperintahan sekarang ini tidak bisa dipercaya jani-janjinya hanyalah sebuah amoplasi kebohongan yang tak akan berujung selam pemimpin negara ini masih mempunya sifat otorirter dan selalu berpihak kepada pemilik-pemilik modal apa lagi pemodal-pemodal asing. saya yakin kalau kita masih saja tunduk terhadap pemimpin kita yang tak punya hati ini, lambat lamun negri ini akan hancur, sia-sia sudah pejuangan kawan-kawan kita yang telah mengorbankan nyawanya untuk ROFORMASI………bangkitlah wahai kawan-kawan untuk melawan KETIDAK ADIALAN…….HIDUP MAHASISWA
Demo/ Protes

AKSI DEMO SOLIDARITAS TRAGEDI FREEPORT BERAKHIR DENGAN PEMBAKARAN BENDERA AMERIKA DI DEPAN KEDUBES
By SPMNews Jakarta
Jan 23, 2006, 12:35

Jakarta SPMNews -
Pada hari ini Senin 23 Januari 2006 ratusan warga dan Mahasiswa Papua se Jawa Bali menggelar aksi demonstasi di Jakarta, mereka mengawali aksi demonstrasinya di Bundaran Hotel Indonesia, yang dilanjutkan dengan melakukan aksi serupa di depan Istana Merdeka, dan Kedubes AS.


Para demonstran mengenakan berbagai macam kostum dan pakaian adat Papua, seperti koteka, Sali dan panah. Ada juga yang menggunakan rumbai-rumbai dan berbagai macam hiasan di wajah khas Papua.

Berbagai macam spanduk dan poster juga mereka gelar. Antara lain bertuliskan: "In West Papua Still Continue Genocide", "Bebaskan Delapan Tahan Sipil Tanpa Syarat", "PT Freeport Indonesia Hentikan Eksplorasi Pertambangan di Tanah Papua Segera" dan "Referendum for Papua".

Aksi mereka di Bundaran HI hanya berlangsung sekitar 15 menit yang dilanjutkan dengan long march ke Istana Merdeka. Dalam perjalanan menuju Istana Merdeka para demostran menggunakan jalur busway, akibatnya jalanan di sepanjang Jalan MH Tahmrin pun macet.

Setibanya mereka di depan Istana Merdeka, mereka melakukan orasi dan aksi teatrikal yang menggambarkan kekerasan TNI-Polri dan mempertanyakan penangkapan Pendeta Izak dan tujuh orang sipil lainnya.


Juru bicara aksi Arkilaus Boho mengatakan, kasus Nil 62-63 adalah murni kepentingan TNI-Polri. Mereka sengaja menciptakan situasi yang tidak kondusif agar dana PT Freeport mengucur ke mereka.

Tak lama kemudian Empat pleton polisi dari Polres Jakarta Pusat dan Polsek Gambir langsung menyambut mereka. Mereka lalu menggelar orasi dan aksi teatrikal yang menggambarkan penyiksaan seseorang berpakaian tentara kepada masyarakat adat dan menari-nari mengelilingi api yang mereka bakar bendera tersebut.

Mereka juga melakukan pembakaran dua bendera AS, satu bendera Freeport dan atribut tentara yang dipakai saat aksi teatrikal.

Arkilaus Boho, mengatakan, Kedubes AS memang salah satu sasaran demo yang dituju. Sebab Freeport adalah perusahaan AS. "Dan kami menuntut agar Freeport ditutup sekarang ini juga.


Anggota DPR dari Komisi XI Inya Bae asal Papua yang ikut dalam demo itu mengatakan, penangkapan terhadap 12 warga sipil di Timika, Papua, beberapa waktu lalu, salah alamat. Ada ketidakwajaran, mengingat empat dari 12 orang itu berumur 12-14 tahun.

Masih menurut Arkilaus Ketidakwajaran lainnya adalah isi magazin. Biasanya, imbuh dia, dalam satu magazin berisi 30 peluru. Namun di mobil saat penangkapan terdapat 130 peluru. "Tidak masuk akal bila Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang berada di belakang aksi tersebut," katanya.

Tepat pukul 14.00 WIB Demo diakhiri dengan doa penutup yang dipimpin oleh salah satu anggota aksi dan merekapun membubarkan diri sambil menari-nari sambil mengelilingi bendera Amerika dan dan bendera Freeport yang mereka bakar di Depan Kedubes Amerika. (ktk)