Jumat, 27 Juni 2008

Jaringan Solidaritas Keluarga Korban Pelanggaran HAM

( J S K K )

Jl. Bonang No.1 A Menteng, Jakarta Pusat (samping Tugu Proklamasi)

Telp: (021) 31931181; Fax: (021) 3913473; E-mail: jskk_indonesia@yahoo.com

Pernyataan Pers
Memperingati Tujuh Tahun Tragedi Semanggi I

“PRESIDEN DAN DPR HARUS MELAKUKAN TEROBOSAN

UNTUK MENEGAKKAN KEADILAN DAN KEBENARAN ATAS PERISTIWA TRAGEDI SEMANGGI I!”

Tujuh tahun bukan waktu yang pendek untuk menunggu. Di bawah rejim SBY - Jusuf Kalla yang hanya menjanjikan perubahan, waktu menunggu agaknya semakin panjang saja. Para orang tua, keluarga dan sahabat korban Tragedi Semanggi I serta masyarakat yang mendamba keadilan dan kebenaran telah lama menunggu. Pada tahun ketujuh perjuangan, melalui era pemerintahan yang berbeda-beda, kita justru berhadapan dengan impunitas, pengabaian dan pengingkaran negara atas keadilan, kebenaran serta toleransi terhadap berbagai kejahatan negara.

Kasus-kasus pelanggaran HAM tidak diselesaikan secara tuntas, mulai dari pembunuhan massal 1965, pelanggaran HAM di Aceh dan Papua, kasus Tanjung Priok, kasus Way Jepara-Lampung, penculikan para aktivis pro-demokrasi 1997/1998, kasus 27 Juli 1996, tragedi Trisakti, tragedi Mei ’98, tragedi Semanggi I, tragedi Semanggi II, kasus Ambon, kasus Poso, kasus pembunuhan pejuang penegak HAM Munir, dan berbagai kasus lainnya. Keinginan masyarakat untuk mengungkap kebenaran kasus pelanggaran HAM terbentur oleh kekuatan pro-status quo yang bercokol di era pemerintahan sekarang. Pemerintah dan lembaga legislatif tidak memiliki itikad baik mencapai penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM secara adil dan menyeluruh.

Pada hari ini, tujuh tahun silam enam orang tunas muda gugur di tangan alat represi kekuasaan (TNI/Polri). Mereka berjuang menuntaskan cita-cita reformasi (lihat lampiran). Peristiwa yang dikenal sebagai Tragedi Semanggi I sampai saat ini dihambat penyelesaian hukumnya oleh Kejaksaan Agung dan DPR. Kejaksaan Agung yang memiliki otoritas, potensi, dan fungsi mendorong penyelesaian kasus pelanggaran HAM, justru mempromosikan dan men-demoralisasi-diri sebagai lembaga pelanggeng impunity atau pelindung penjahat HAM. Ideologi negara hukum yang seharusnya dipegang teguh dan menjadi acuan justru dijadikan perisai untuk mempertahankan kekuasaan. Teknis-teknis hukum menjadi dalih guna menghambat penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, hal ini terlihat ketika Kejaksaan Agung mengembalikan berkas penyelidikan kasus Semanggi dan Trisakti yang dilakukan oleh Komnas HAM.

Dalam Kasus Semanggi I, tampak jelas semangat esprit de corps, berusaha menyelamatkan sesama prajurit dari jerat hukum. Upaya itu dapat ditangkap dari pernyataan bahwa peluru yang mengenai para korban bukan berasal dari senjata standar ABRI dan penjelasan bahwa tidak cukup alat bukti untuk memperkarakan secara hukum. Dan, pembelaan mempola sebagai pelemparan tanggung jawab di pundak para pelaku penembakan, bukan pada para jendral pimpinan militer. Serta, penyelesaian diarahkan hanya pada pendekatan teknis hukum. Pembelaan juga ditempuh dengan menyatakan bahwa kasus-kasus itu bukan pelanggaran HAM berat untuk menghindari Pengadilan HAM ad hoc. Pembelaan dilakukan dengan mencari celah-celah kelemahan legal-formal dan memanfaatkan kelemahan instansi-instansi terkait. Ironisnya, DPR Periode 1999/2004 berhasil diperdaya dengan kesediaan menyatakan bahwa pelanggaran HAM berat tidak terjadi dalam peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II dan menyarankan penyelesaian melalui peradilan umum/militer (bukan Pengadilan HAM ad hoc).

Setelah mencermati lembaga-lembaga negara, DPR dan Kejaksaan Agung yang justru mempertahankan impunity, maka pada hari ini tanggal 13 November 2005 (tepat tujuh tahun Peristiwa Semanggi I), demi anak-anak kami tercinta, demi kawan-kawan seperjuangan yang telah gugur dalam perjuangan reformasi untuk mewujudkan demokrasi di negeri ini, demi keadilan bagi seluruh korban pelanggaran HAM di manapun, demi demokrasi dan penegakan hukum, serta perlindungan nilai-nilai kemanusiaan, kami yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Keluarga Korban, menyatakan :

1. Mendesak Presiden RI untuk membersihkan lembaga-lembaga penegak hukum dari pejabat yang tidak memiliki komitmen terhadap penegakan HAM dan merusak citra lembaga penegak hukum.

2. Mendesak DPR untuk segera mencabut Rekomendasi Pansus DPR RI tentang Kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (TSS) yang menyatakan bahwa dalam peristiwa itu tidak terjadi pelanggaran HAM berat dan menyarankan agar diselesaikan melalui peradilan umum/militer.

3. Mendesak DPR agar meminta Presiden menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc untuk penuntasan Kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II.

4. Mengajak seluruh lapisan masyarakat, termasuk insan pers, untuk mendorong pengungkapan dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM.

Menurut kami hanya melalui langkah-langkah terobosan Presiden dan DPR tersebut, kasus Tragedi Semanggi I sebagai bagian dari rentetan pelanggaran berat HAM masa lalu dapat dituntaskan secara adil dan menyeluruh. Bila langkah-langkah tersebut tidak ditempuh, maka kami menilai bahwa satu tahun rejim SBY – JK berkuasa hanya menghasilkan pelanggengan impunitas dan melestarikan bentuk-bentuk kejahatan Negara kepada rakyat.

S A L A M S O L I D A R I T A S ! ! !

Jakarta, 13 November 2005

Presidium JSKK,

Ibu Sumarsih; Ibu Suciwati; Bapak Mugiyanto

***********************************************************************************

Lampiran

Mereka yang menjadi korban Peristiwa Semanggi I, 12 – 13 November 1998 antara lain adalah :

1. B. R. Norma Irmawan
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Jakarta gugur dalam Tragedi Semanggi 13 November 1998.

2. Engkus Kusnaedi
Mahasiswa Universitas Jakarta gugur setelah Tragedi Semanggi 13 November 1998.

3. Heru Sudibyo
Mahasiswa penyesuaian semester VII Universitas Terbuka Jakarta gugur setelah Tragedi Semanggi 13 November 1998.

4. Lukman Firdaus
Pelajar Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 3 Ciledug, Tangerang gugur setelah memperkuat barisan mahasiswa pro-reformasi hari Kamis, 12 November 1998. Ia terluka berat dan meninggal dunia beberapa hari kemudian.

5. Sigit Prasetyo
Mahasiswa Teknik Sipil YAI Jakarta gugur dalam Tragedi Semanggi 13 November 1998.

6. Tedi Mardani
Mahasiswa Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi Indonesia Serpong gugur dalam Tragedi Semanggi 13 November 1998.

Posted in perjuangan reformasi | Tags: press release
« Atmajaya– Semanggi : Perjuangan Tiada Akhir
CARA MUDAH MENJALANI KEHIDUPAN »
Responses

keperintahan sekarang ini tidak bisa dipercaya jani-janjinya hanyalah sebuah amoplasi kebohongan yang tak akan berujung selam pemimpin negara ini masih mempunya sifat otorirter dan selalu berpihak kepada pemilik-pemilik modal apa lagi pemodal-pemodal asing. saya yakin kalau kita masih saja tunduk terhadap pemimpin kita yang tak punya hati ini, lambat lamun negri ini akan hancur, sia-sia sudah pejuangan kawan-kawan kita yang telah mengorbankan nyawanya untuk ROFORMASI………bangkitlah wahai kawan-kawan untuk melawan KETIDAK ADIALAN…….HIDUP MAHASISWA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar