PALEMBANG - Sorak-sorai menyambut penampilan artis-artis Ibu Kota pada malam peluncuran program Visit Musi 2008 di Benteng Kuto Besak, 5 Januari lalu, diwarnai peristiwa berdarah. Di bawah dekat Jembatan Ampera, tak jauh dari pusat acara, seorang siswa SMA harus meregang nyawa akibat ditujah (tusuk).Situasi itu sungguh ironis. Bayangkan saja, tepat saat Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mencanangkan tahun kunjungan wisata, justru terjadi peristiwa yang menunjukkan rapuhnya keamanan, sektor penting dalam dunia wisata. Tujah (yang kerap terjadi di hari-hari biasa) itu jadi pengingat, ada pekerjaan rumah (PR) besar yang perlu ditangani jika mau menyukseskan program Visit Musi 2008.
Sebenarnya sebagian besar masyarakat Sumsel menyambut Visit Musi 2008 sambil berharap, kebijakan itu dapat mendorong roda ekonomi. Namun, sebagian kalangan khawatir, program itu hanya jadi slogan birokrasi yang elitis, yang menguntungkan penguasa, pejabat dan pegawai negeri saja.
Memang, hingga kini, wisatawan yang berkunjung itu masih didominasi para pejabat yang datang untuk mengikuti kegiatan birokrasi sambil berekreasi ataupun para pegawai negeri yang sedang dinas keluar kota. Mereka ikut pertemuan, menginap di hotel-hotel, lalu naik kapal pesiar di Sungai Musi. Menurut Ketua PHRI Sumatera Selatan Iwan Setiawan, tingkat hunian hotel di Palembang meningkat, dari 70 persen tahun 2007 menjadi 80 persen pada periode Januari-Maret tahun 2008.
Namun, kehadiran para wisatawan itu masih belum dirasakan masyarakat bawah. Ketika banyak pejabat menyewa kapal-kapal pesiar, misalnya, para tukang ketek atau speedboat hanya jadi saksi sambil gigit jari. ”Janganlah program ini jadi omong besak bae (omong besar saja) di kalangan pejabat, sedangkan rakyat kecil malah dilupakan,” kata Tamsil (36), warga Palembang.
Ini masalah serius. Soalnya, citra rawan kriminalitas memang masih lekat dengan Palembang. Data dari Kepolisian Daerah Sumsel menunjukkan, angka kriminalitas di provinsi itu mencapai 12.709 kasus tahun 2007 dan 11.112 kasus tahun 2006. Sebagian besar kejahatan itu berupa penodongan, penjambretan, perampokan, yang kadang disertai penusukan (tujah).
”Angka kriminalitas di Kota Palembang menurun 38 persen, tapi polisi tetap mewaspadai sejumlah kejahatan,” kata Kepala Kepolisian Kota Besar Palembang Komisaris Besar (Kombes) Zainul Arifin.
Apakah citra itu benar-benar mengganggu? Bagi Gracia, warga Waropen, Papua, yang mengunjungi Sungai Musi, Selasa (11/3), situasi ini memang membuat susah. ”Kemarin malam saya mau keluar hotel untuk membeli pulsa telepon genggam, sekitar pukul 21.00, tapi dicegah karyawan hotel karena takut saya jadi korban kejahatan,” katanya.
Pengamat sosial dari Universitas Sriwijaya (Unsri), MH Thamrin, menilai, soal keamanan hanya salah satu PR yang pernu dibenahi. Demi menyukseskan Visit Musi 2008, masih banyak PR lain yang tak kalah penting, terutama menyiapkan budaya masyarakat agar turut menciptakan suasana nyaman bagi wisatawan. Itu mencakup soal perilaku yang ramah, bersih, terbuka, serta berkebudayaan.
Thailand, China, atau Bali cukup berhasil menjadi tujuan wisata karena pemerintah di sana jauh-jauh hari telah menyiapkan budaya masyarakat yang prowisata. ”Saya khawatir, pemerintah tak memiliki grand design untuk menyiapkan masyarakat sebagai subyek wisata. Kalau tidak, masyarakat tak siap dan merasa tak harus terlibat untuk program wisata,” katanya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar